Beningnya Embun Pagi, Hidup Ini Baru Dimulai, Kita Songsong Dengan Penuh Senyum Dan Harapan

Kamis, 16 April 2009

Rembulan Dibalik Awan

Duhai alam yang maha luas, yang senantiasa memberiku inspirasi dalam menyambut tiap detik dari hidup ini, yang tak pernah ragu menuntunku untuk melangkahi tiap jengkal dari umurku. Duhai Sang Empunya alam ini, betapa kuasanya Engkau menghiasi tiap liku alam ini, melengkapi tiap butir debu perangkai bumi dan langit ini, memegahakan jagat raya ini dengan kompleksitas. Berikan slalu seberkas cahaya agar jalanku ini dapat ku lalui tanpa tersesatkan.

Hidup ini adalah siang dan malam. Siang yang dirajai sang Matahari yang dengan gagahnya dia berjalan tanpa mengenal lelah, takut atau bahkan malu sekalipun. Malam, dimensi dengan sejuta fenomena, menyiratkan sejuta rahasia yang terkamuplase dibalik gelapnya mayapada.

Aku melihat di atas sana, ada seberkas sinar yang anggun memandangi tiap titian dari langkahku menuju ke puncak kesempurnaan, Anggun namun ragu, ayu namun malu, dialah sang rembulan malam, bersembunyi diblaik awan hitam.

Wahai Engkau sang rembulan malam, mengapa Engkau begitu ragu menatapku? Adakah sesuatu yang ganjil dari bagian diriku? Aku menyadari betapa jauhnya kesempurnaan ini meninggalkanku, meski takan berhenti aku mengejarnya.

Namun apakah terlalu hina diriku hingga matamupun tak sudi menatap meski hanya satu kedipan saja. Tidakkah kau tahu bahwa sesunguhnya hati ini berontak melihat kehancuran diri ini? Tidakkah kau tahu bahwa jiwa inipun malu mempersembahkan karya hidup ini kepadaNya?

Biarlah tetap aku kejar kemana larinya kesempurnaan itu. Biarlah kakiku ini lelah dan tak berdaya demi mendapatkan kembali kesempurnaan itu. Biarlah kugadaikan hidupku ini, agar dapat kupersembahkan kesempurnaan itu kepada-Nya.

Aku mohon padamu wahai sang rembulan malam, berikan bias sinarmu menerangi jalan yang sedang aku tapaki.

Dimensi Yang Hilang

Sepasang mataku sayu
menatap sesosok tubuh ayu
tertunduk layu
diantara jutaan dunia yang tetap merayu

Aku tak sadar
apakah ini hanya mimpi belaka
sebab semua hanya berkelakar
tak sedikitpun kulihat pandangan iba

Aku masih terpaku
sekian lama terdiam dalam bisu
meski jiwa berat menyeru
untuk berlari meraih jiwa itu

Tapi kini tersadar
ternyata ini bukan dunia dimana ku berada
jiwaku hanya mampu bergetar
bergetar tanpa ada kuasa

Oh ini dunia baru
Ruang apakah ini, akupun tak tahu
hanya ditemani dentingan masa yang kian berlalu
bergerilya dibalik lentera masa lalu

Sosok itupun kian memudar
lenyap ditelan buih realita
terhimpit sosok yang kekar
yang bertepuk dada diatas nisan manusia

Selasa, 14 April 2009

OMBAK CINTA BERBUIH NAFSU

“Kriiiing….. “ terdengan telepon di ruang tengah sebuah rumah kost berbunyi. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang dengan setengah berlari.

“Hallo” wanita tersebut berbicara setelah mengangkat dan meletakkan gagang telepon tepat menempel di kupingnya.

“Maaf, bisa saya berbicara dengan Cindy?” sautnya, terdengat dari arah seberang telepon.

“O, iya bisa bisa. Bentar ya!” jawab wanita itu yang bukan lain adalah Mbok Sumi, pembantu di rumah tersebut.

Ditaruhnya gagang telepon tersebut di atas meja. Dia lalu bergegas ke arah pintu salah satu kamar yang letaknya tak jauh dari tempat dia berdiri.

“Tuk tuk tuk… Neng Cindy! Itu ada telepon, Neng!” terdengar suara pintu diketuk yang dilanjutkan dengan suaranya memanggil wanita yang ada di dalam kamar tersebut.

“Iya, Bi!” Cindy menyahut sambil segera mambuka pintu kamarnya. Kemudian dia berjalan menuju meja tempat teleponnya diletakkan.

“Halo, ini siapa ya?” tanyanya sambil meletakkan gagang teleponnya dekat ke kupingnya.

“Ini aku Cin, Bagas.” Jawab seseorang yang sedang berbicara di seberang telepon sana. “Sabtu ini kan kita libur kuliah, kamu udah ada rencana belum?” tanyanya dengan jelas.

“Hmm…. Gmana ya?” jawab Cindy seakan segan untuk mengatakan belum. Sengaja dia mengulur-ulur pembicaraan biar membuat Bagas penasaran, itu fikrnya. Padahal dalam hatinya dia sudah berbunga-bunga. Dia yakin bahwa Bagas pasti mau mengajaknya jalan-jalan, atau mungkin sekedar makan malam berdua. Tapi keduanya itu pasti akan sangat menyenangkan karma dilakukan berdua dengan kekasih yang sangat ia cintai.

“Jadi udah ada rencana ya?” tanya Bagas dengan nada kecewa.

“Hehe.. Belum kok. Kenapa emangnya, Gas?” tanyanya penuh rasa penasaran.

“Wah kebetulan, Cin! Sebetulnya aku pengen banget refreshing ke pantai. Gimana kalau kita pergi ke Pangandaran?” tanya bagas penuh dengan harapan.

“Hah.. Ke Pangandaran?” tanyanya dengan nada sangat kaget “Kok jauh amat sih, Gas?”

Bagas sedikit kecewa mendengar respon dari Cindy seperti itu “Loh, kita kan dua hari liburnya, Cin! Kita berangkat dari Bandung Jumat sore, terus pulangnya Minggu siang atu sore lagi. Cukup kan buat kita ngilangin stress di sana?”

“Duh kok jauh amat sih Gas? Apa gak nyari yang deket-deket aja?” tanyanya.

“Ayo dong. Aku udah lama nih gak refreshing ke pantai. Mau ya? Please!!!” bujuk Bagas dengan penuh harapan Cindy tak menolak ajakannya.

Beberapa saat suasana hening. Terlihat Cindy terdiam memikirkan ajakan kekasihnya itu. Sebetulnya dia senang diajak jalan-jalan oleh kekasihnya tercinta. Tapi kok mesti ke Pangandaran. Kan jauh banget. Itu fikirnya.

“Iya deh, Gas. Aku mau.” Akhirnya Cindy menyetujui ajakan Bagas untuk pergi ke Pangandaran.

Pangandaran ini adalah sebuah pantai yang sangat terkenal di Jawa Barat. Letaknya berada di Kabupaten Ciamis. Jaraknya kira-kira 5 jam perjalanan dari Kota Bandung dengan menggunakan bis atau kendaraan pribadi.

*

Bandung sore itu lebih cerah dari biasanya. Langit terlihat lumayan bening, hanya ada terlihat sedikit asap-asap yang membumbung di angkasa. Mungkiin asap dari cerobong pabrik yang tak terlalu pekat seperti biasanya.

“Semua persiapan udah dibawa, Cin?” tanya Bagas pada Cindy yang sedang berjalan di sampingnya.

“Iya udah, Gas!” jawabnya dengan lembut.

“Tuh bisnya udah siap. Aku beli dulu tiketnya ya.” Kata Bagas sambil beranjak menuju loket tempat pembelian tiket bis jurusan Pangandaran.

Tak berapa lama, Bagas sudah kembali dengan memegang dua lembar kertas kecil di tangannya.

“Ayo, Cin! Kita naik. Kita dapat tempat duduk nomor lima belas sama enam belas.” Ajak Bagas sambil membawakan tas yang tadi Cindy pegang.

Bagas dan Cindy duduk berdampingan. Cindy sengaja meminta duduk dekat jendela. Dia ingin melihat pemandangan sepanjang perjalanan.

Sekira jam empat lebih bebrapa menit, bis pun berangkat. Bis melaju pelan keluar dari terminal Cicaheum, salah satu terminal yang ada di Kota Bandung. Kemudian bis melaju di jalan A.H. Nasution melewati Ujung Berung, Cibiru, sampai ke daerah Cileunyi.

Cindy dan Bagas asik berbincang di tempat mereka. Sesekali terdengar suara tertawa pelan dari mulut mereka. Kadang-kadang Cindy melemparkan senyuman indahnya saat Bagas memandang wajahnya. Betapa bahagianya sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk asmara itu.

Bis terus melaju, kali ini mulai sering berkelok-kelok melewati banyak tikungan. Saat melewati Nagreg, bis menukik di sebuah turunan yang cukup tajam. Kemudian kembali berkelok-kelok melewati jalan yang berliku-liku. Limbangan terlewati, lalu Malangbong, Ciawi, Tasikmalaya, Ciamis, Banjarsari, hingga akhirnya tibalah bis tersebut di sebuah terminal.

“Pangandaran habis. Pangandaran Habis.” Terdengan suara kondektur berteriak-teriak memberitahukan bahwa bis telah sampai di terminal Pangandaran.

Segera, Cindy dan Bagas turun dari bis. Terlihat suasana di terminal itu masih cukup ramai. Masih terlihat banyak orang berlalu lalang. Juga masih nampak angkutan umum dan kendaraan-kendaraan pribadi yang keluar masuk terminal itu.

“Ayo Cin, kita langsung cari penginapan.” Bagas langsung mengajak Cindy untuk mencari penginapan “Biar gak terlalu larut malam” tambahnya.

Bagas menghampiri seorang tukang becak yang sedang mangkal di dekat sana. “Mang anterin masuk ke dalem, Mang! Sekalian ke tempat penginapan yang dekat ke pantai ya, Mang!” pinta Bagas kepada tukang becak tersebut.

Cindy dan Bagas segera naik ke atas tempat duduk pada becak itu. Kemudian mereka masuk ke lokasi wisata Pantai Pangandaran dengan becak yang mereka tumpangi. Sejenak mereka berhenti ketika melewati sebuah gerbang masuk. Mereka membayar tiket masuk yang tak seberapa mahal itu.

Abang tukang becak yang sudah lumayan berumur ini terlihat tetap semangat mengayuh becaknya. Jalan membentang lurus, hanya ada bebrapa tikungan yang terlewati. Tibalah mereka di depan sebuah rumah penginapan. Mereka segera turun dan membayar ongkos becaknya. “Makasih ya, Sep!” terdengar si Pak Tua itu berterima kasih pada Bagas setelah menerima ongkos darinya.

Mereka memesan sebuah kamar yang ada di penginapan tersebut. Setelah setuju harga dan lama menginap, mereka segera masuk ke dalam kamar yang dipesannya itu.

“Uh.. lumayan capek juga ya perjalanan Bandung Pangandaran?” tanya Cindy kepada Bagas sambil tersenyu manis.

“He.. ya iya lah. Lima jam gitu loh. Ampe panas nih pantat.” Jawab Bagas sambil membalas enyuman Cindy.

Beberapa saat mereka duduk di atas kasur sambil berbincang membicarakan perjalanan yang baru saja mereka tempuh. Mereka pikir duduk-duduk dulu sejenak tak apalah. Anggap saja untuk menghilangkan dulu rasa lelah dan pusing di kepala selepas menempuh perjalanan yang lumayan jauh.

Tak berapa lama, Cindy memutuskan untuk mandi dulu, “Gas, gerah banget nih. Aku mandi dulu ya!”

“Oke sayang. Yang bersih dan wangi ya.” Jawab Bagas sambil menatap wajah kekasihnya yang terlihat begitu cantik tersorot lampu kamar yang cukup terang. Sementara itu, Bagas langsung merebahkan badan di atas kasur. Tak harus menunggu lama, dia pun sudah tertidur pulas seakan begitu nikmat setelah lelah menempuh perjalanan tadi.

Seusai mandi, Cindy mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur yang sengaja dia bawa. Kemudian seperti halnya Bagas, diapun menyusul berbaring di atas kasur. Udara terasa sangat panas, hanya ada sebuah kipas angin yang berputar di langit-langit kamar tersebut. Namun karena memang badannya terasa sangat capek, tak berapa lama Cindy pun sudah tertidur sama pulasnya dengan Bagas.

Gemuruh ombak berdebur di luar sana. Dihiasi hembusan angin yang bertiup kencang menambah kekhasan suasana sebuah pantai. Di dalam kamar terdengar suara kipas angin berputar kencang. Namun mereka berdua terlihat tak terganggu dengan berisiknya suara-suara itu.

**

“Gas! Bangun, Gas! Udah pagi nih.” Terdengar suara Cindy berbisik dekat telinga Bagas.

“Uhh… udah pagi ya?” tanya Bagas yang terlihat mengernyitkan dahinya sambil sedikit membuka matanya.

“Iya, Sayang! Ayo cepetan bangun.” Cindy menjawab sambil memegang kedua telapak tangan Bagas dan menariknya mengajak dia bangun.

Hari begitu cerah. Mentari sudah bersinar cukup terang menghiasi indahnya langit di Pantai Pangandaran. Di pinggir pantai, sudah terlihat lumayan banyak orang yang sedang berjalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Ada yang bergandengan tangan dengan pasangannya. Ada yang asik membidik-bidikkan kameranya ke arah laut lepas. Ada yang terduduk sambil menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Beragam aktifitas yang mereka lakukan masing-masing membuat suasana di sana jadi lebih bervariasi.

“Gas! Foto aku dong” pinta Cindy kepada Bagas sambil berdiri bak seorang foto model yang sedang berpose cantik.

Bagas segera mengeluarkan sebuah kamera digital dari tas kecilnya. Kemudian dia mengarahkan ke arah Cindy berdiri. “Ayo pose yang cantik, Cin!” terdengar Bagas meminta Cindy untuk berpose cantik.

Mereka tampak bahagia menghabiskan hari itu berdua. Kadang mereka berlari-lari berkejaran satu sama lain. Kadang mereka asik memainkan pasir pantai membentuk miniatur benteng atau gedung-gedung yang banyak terlihat di kota-kota besar. Sempat pula mereka berperahu sampai ke sebuah taman laut untuk melihat indahnya karang dan ikan-ikan yang menghuninya. Mereka juga mengunjungi cagar alam yang terletak tak jauh dari taman laut itu. Banyak aktifitas yang mereka lakukan disana. Sungguh mereka terlihat bahagia menikmatinya.

Tak terasa hari cepat berlari. Saat senja datang, mereka terlihat sedang duduk di sebuah kafe kecil sambil menikmati minuman ringan.

“Gimana, Cin? Kamu senang?” tanya Bagas sambil tersenyum memandang mata sang kekasih.

Cindy pun terlihat tersenyum manis mendengar pertanyaan Bagas. “Seneng banget, Gas! Makasih ya udah ngajak aku jalan-jalan.” Jawab gadis itu yang kemudian terlihat dia mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Bagas.

“Sama-sama, Sayang! Buat kamu, aku mau kok lakukan apapun.” Jawab Bagas meyakinkan kekasihnya.

Mereka larut dalam perbincangan yang hangat. Sesekali mereka terlhat saling cubit. Sesekali pula mereka terdengar tertawa-tawa bahagia. Bagi mereka malam minggu itu sungguh tak bisa terlupakan. Mereka puas menikmati indahnya pantai. Mereka puas pula menghabiskan waktu berdua bersama kekasih hati yang sangat dicintai.

Setelah mereka puas menikmati minuman di kafe tersebut, mereka memutuskan berjalan-jalan di tepi pantai. Di sana tampak banyak orang-orang membuat kerumunan kerumunan kecil. Ada yang sambil menikmati segelas kopi dan sebatang rokok. Ada yang terlihat membuat api ungun. Ada yang sedang membakar ikan. Banyak aktifitas terlihat di pinggir pantai kala itu.

Cindy dan Bagas tampak sedang berjalan menyusuri tepian pantai sambil tetap asyik dalam obrolannya. Kemudian mereka berhenti dekat sebatang pohon kelapa yang telah roboh. Mungkin ada orang yang menebang, atau mungkin roboh terhempas angin kencang. Yang pasti pohon itu sudah kering dan tinggal batang tanpa daunnya lagi.

Mereka duduk berdampingan di atas pohon tersebut. Pandangan mereka jauh ke arah laut lepas yang terlihat remang tersorot cahaya rembulan. Sungguh romantis suasana malam minggu itu, berhiaskan deburan ombak yang tak henti-henti bergemuruh memecah sunyinya malam. Mereka tampak sangat menikmatinya.

Jam di tangan Cindy menunjukkan pukul sepuluh malam. “Gas! Udah jam sepuluh nih. Kita pulang ke penginapan, yuk!” terdengan Cindy mengajak Bagas untuk segera pulang karena sudah larut malam.

“O iya nih, udah malam ternyata.” Jawab Bagas sambil segera bangun dan bergegas berjalan menuju penginapannya.

Waktu memang cepat berlaru. Aktifitas demi aktifitas dilalui mereka dengan penuh kebahagiaan. Tak terasa seharian penuh telah mereka lewati di pantai itu. Rona kebahagiaan tampak dimuka keduanya. Betapa senangnya hati mereka bisa berduaan seharian menikmati eloknya Pantai Pangandaran.

***

Sesampainya di kamar penginapan, mereka duduk kembali berdampingan di atas tempat tidur. “Cin! Aku sayang banget sama kamu, Cin!” Bagas berbisik sambil melemparkan senyuman ke arah Cindy.

“Iya, Gas! Aku juga merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan. Aku juga sayang banget sama kamu. Makasih ya” Jawab Cindy sambil mambalas senyuman Bagas. Tampak riak kebahagiaan dari mata Cindy. Dia benar-benar merasakan bahagia yang tak terhingga saat itu.

“Sungguhkah kamu sayang sama aku?” tanya Bagas seakan tak yakin dengan jawaban Cindy tadi.

“Iya sungguh, Gas! Aku bener-bener sayang sama kamu. Aku gak mau kehilanganmu. Kamu satu-satunya orang yang ada di hatiku, Gas! Apa kamu gak percaya sama aku, Gas?” Cindy meyakinkan Bagas bahwa dia benar-benar menyayanginya.

“Bukan begitu, Cin! Aku cuma mau lebih meyakinkan aja. Kalu benar kamu menyayangiku, boleh aku meminta kamu membuktikannya?” tanya Bagas penuh harapan.

“Aku bener-bener sayang sama kamu, Gas! Kamu mau aku membuktikan dengan cara apa? Aku akan melakukannya untukmu.” Cindy meyakinkan Bagas.

“Beneran kamu akan melakukan apa aja?” tanya Bagas seakan tak yakin.

Cindy tersenyum manis. Kemudian dia menjawab “Iya, Gas! Aku mau melakukan apapun..” Kemudian dia bertanya lagi “Kamu mau aku melakukan apa?”

“Kalau benar kamu hanya sayang dan hanya cinta sama aku, aku mau kamu memberikan keperawananmu hanya untukku. Aku mau tahu seberapa besar kesungguhanmu menyayangiku, Cin!”

Mendengar itu, Cindy terlihat kaget. Dia sama sekali tak meyangka kalau Bagas akan mengatakan hal itu.

“Gas, tolong dong jangan yang itu!” pinta Cindy penuh permohonan.

“Jadi kamu masih ragu untuk hidup selamanya denganku?” tanya Bagas agak kecewa. “Ya udah kalau ternyata kamu gek serius dengan hubungan dan rencana kita ke depan.”

Sejenak Cindy termenung. Di dalam hatinya sedang terjadi perang bekecamuk antara mau dan tidak dia melakukan apa yang Bagas minta untuk membuktikan kesunggukannya mencintai Bagas. Dia tertunduk bingung. Apa yang harus ia lakukan dengan permintaan kekasih yang amat ia cintai itu.

Beberapa saat kemudian, Cindy mengangkat mukanya. Dia menatap wajah Bagas yang dari tadi memperhatikan mukanya yang terlihat begitu cantik itu.

“Gas, ini semua untuk membuktikan cintaku sama kamu. Tapi kamu janji akan menepati semua yang kita ikrarkan dulu ya.”

“Iya, Cin! Aku pun tak mau kehilanganmu. Kamu sudah menjadi bagian dari hidupku. Hidupku gak akan berarti tanpamu, Cin!” Bagas meyakinkan Cindy lagi.

“Iya, Gas! Aku mau melakukannya untukmu.” Cindy menjawab pelan. Dia pun kemudian tersenyum sambil menatap mata Bagas yang tak henti-hentinya memandangi wajah cantiknya.

Lampu kamar mereka matikan. Perlahan mereka beranjak ke atas tempat tidur dan sama-sama merebahkan badan di sana. Tangan Cindy tampak menarik selimut yang ada di sana. Ditutupkannya selimut itu di atas tubuh mereka berdua.

Malam itu malam yang tak bisa dilupakan oleh Cindy. Malam yang hanya sekali dalam seumur hidupnya. Tak akan lagi terulang di lain hari. Malam saat ia harus rela menyerahkan satu-satunya hal yang paling berharga dari tubuhnya. Demi cintanya pada lelaki yang selama ini aelalu setia menemani hari-harinya. Lelaki yang selalu hadir dalam mimpi-mimpinya. Lelaki yang kerap ada menghiasi lamunannya. Tapi demi orang yang sangat dia cintai, dia rela mengorbankan keperawanannya itu.

****

Pagi telah menyambut hari minggu itu. Tampak telah banyak sekali orang-orang memenuhi tepian pantai. Mungkin karena hari Minggu, pengunjung pun lebih banyak dibanding hari-hari biasanya.

Tampak Cindy dan Bagas tengah duduk di atas kursi sebuah warung kecil. Mereka tengah menikmati sarapan sambil meminum segelas teh hangat.

“Cin! Jam berapa kita pulang?” tanya Bagas kepada wanita yang ada di hadapannya.

“Hmm..mungkin sekitar jam sembilanan. Tapi terserah kamu aja, Gas!” Cindy menyerahkan semuanya pada Bagas.

“Iya tuh bagusnya jam sembilanan mungkin ya? Biar kita sampai di Bandung gak terlalu sore. Kan kita butuh istirahat nanti di sana.”

“Iya betul itu, Gas!” Cindy menyetujuinya.

Sekira jam sembilan, mereka pun telah bersiap untuk pulang. Semua barang yang dibeli dari sana untuk oleh-oleh dan pakaian yang dibawa sudah rapih dimasukkan ke dalam tas. Mereka berpamitan kepada seorang laki-laki yang sedang berjaga di penginapan itu. Kemudian dia memanggil seorang tukang becak untuk mengantarkannya ke terminal.

Tiba di terminal, mereka kemudian menaiki sebuah bis jurusan Bandung. Tak lama kemudian, bis melaju menyusuri jalan yang sesekali berliku-liku. Kota demi kota terlewati satu persatu.

Sementara itu, sepanjang perjalanan kali ini, Cindy agak jarang berbicara. Hanya sesekali saja dia menjawab kalau Bagas menanyanya. Dalam hatinya, dia masih bingung mengingat apa yang telah terjadi semalam. Sebenarnya dia berat melakukan hal itu. Tapi dia takut sekali kalau Bagas marah dan pergi meninggalkannya. Dia sungguh merasakan bahwa dia butuh Bagas dalam hidupnya. Dia satu-satunya orang yang ada dalam hatinya. Tak mungkin dia rela kehilangan orang yang sangat ia cintai.

“Bandung habis. Bandung habis” tiba-tiba terdengar teriakan kondektur membuyarkan lamunannya. Rupanya bis telah sampai di kota Bandung. Karena larut dalam lamunan, perjalananpun tak terasa lama olehnya.

Mereka berdua turun dan kemudian segera pulang menuju tempat kost. Bagas mengantarkan Cindy sampai ke depan pintu tempat kostnya. Kemudian dia langsung berpamitan dengan alasan mau langsung beristirahat.

*****

Keesokan harinya, aktifitas kuliah seperti biasa, dilakukan oleh Cindy. Hari demi hari dia lewati. Semester demi smester dia ikuti. Cindy yang terbilang mahasiswi yang memiliki tingkat IQ yang cukup tinggi ini tak terlalu sulit dalam meyelesaikan semua mata kuliah yang diambilnya.

Sementara itu, Bagas pun sama terus mengikti semua kegiatan belajar di kampusnya. Dia memang beda jurusan dengan Cindy. Sementara Cindy mengambil psikologi, Bagas mengambil Matematika, tapi masih di kampus yang sama dengan Cindy.

Sampailah Cindy pada tingkat akhir. Sedangkan Bagas sudah lulus dan sudah bekerja sebagai guru di sebuah SMA swasta di kota Bogor. Bagas lebih dulu lulus karena dia masuk setahun lebih dulu dari Cindy.

“Hallo, Gas lagi apa di sana?” terdengan Cindy sedang menelpon kekasih hatinya yang kini berada jauh dengannya.

“Iya, Cin! Ada apa? Aku lagi ada rapat staff pengajar nih. Nanti aja ya nelponnya!” jawab Bagas yang kemudian terdengan nada telepon ditutup.

Akhir-akhir ini, Cindy agak susah untuk bisa berbicara lama-lama lewat telepon dengan Bagas. Alasannya ada aja. Kadang sedang rapat. Kadang masih memberikan pelajaran tambahan. Kalau malam minggu selalu saja bilang capek dan ngantuk mau cepat tidur.

Hati Cindy jadi agak terganggu. Dia sering merasa tak tenang. Kadang-kadang timbul rasa curiga dalam benaknya. Tapi cepat-cepat ditepisnya. Dia sudah berniat untuk mempercayai kekasih hatinya itu.

Sampai suatu ketika. Cindy benar-benar mendapat kesulitan menghubungi Bagas. Nomor handphone Bagas selalu tak aktif saat dicoba dihubunginya. Sudah beberapa minggu ini, Cindy selalu murung. Dia bingung bagaimana caranya dia bisa menghubungi Bagas. Padahal dia sudah sangat rindu dengannya.

Hari senin itu, Cindy sengaja membolos kuliah. Dia memutuskan untuk pergi ke Kota Bogor. Dia ngin menemui kekasih yang selalu dia rindukan. Sekalian dia ingin mengetahui kabarnya karena sudah lama tak ada kabar darinya.

Tak membutuhkan terlalu lama waktu perjalanan menuju Kota Bogor. Hanya sekitar dua jam lebih sedikit, bis yang dia tumpangi telah sampai di terminal Kota Bogor. Di sana, dia langsung menuju lokasi sekolah tempat Bagas mengajar. Tak terlalu sulit dia mecarinya karena sekolah tersebut termasuk sekolah yang terkenal di sana.

Setibanya di sekolah tersebut, Cindy bertanya kepada seorang satpam yang sedang berjaga di dekat pintu gerbang. “Maaf, Pak! Mau numpang nanya. Apa bener di sini ada seorang guru matematika yang bernama Pak Bagas?”

“Oh iya betul, Neng! Pak Bagas memang mengajar di sini. Tapi baru aja keluar barusan.” Jawab Pak Satpam membenarkan pertanyaan Cindy.

“Wah terlambat rupanya. Bapak tau gak dia pergi ke mana?” tanya Cindy dengan agak kecewa.

“Memang akhir-akhir ini, Pak Bagas sedang sbuk, Neng! Hari ini aja, dia sedang meguruskan pemesanan tempat untuk resepsi katanya.”

“Oh gitu ya, Pak? Memangnya mau ada resepsi apa, Pak?” Cindy terlihat penasaran.

“Loh kan minggu depan dia mau menikah, Neng! Eneng ini siapanya Pak Bagas ya? Kok gak tau dia mau menikah?” tanya Pak Satpam heran.

“Apa? Mau menikah? Jangan becanda, Pak!” Cindy agak keras berbicara. Dia kaget setengah mati mendengar apa yang Pak Satpam katakan. “Saya ini pacarnya, Pak! Bapak jangan becanda!”

“Loh Eneng ini jangan main-main. Pacarnya Pak Bagas kan Bu Selly. Dia sama-sama mengajar di sekolah ini.” Dia berbicara agak lantang. Kemdian dia mengeluarkan selembar kertas dari ruangan tempat dia berjaga “Ini buktinya, Neng! Ini undangan pernikahan Pak Bagas.”

Cindy mengambil kertas yang diberikan oleh Pak Satpam tadi. Ternyata benar, itu adalah sebuah surat undangan pernikahan. Disana tercantum nama Bagaskoro, SPd. dengan Selly Amalia, SPd.I.

Tak kuasa Cindy membaca surat undangan itu. tak terasa dari kedua matanya, terlihat air matanya meleleh membasahi pipinya. Tak lama kemudian, terdengar dia menangis. hatinya terasa sakit sekali mengetahui laki-laki yang dicintainya telah menghianatinya. Bagaimana tak sedih, orang yang selama ini selalu menemaninya, selalu ada dalam lamunannya, selalu dia rindu, sekarang akan menikah dengan wanita lain.

Dunia terasa mau kiamat. Langit seakan mau roboh. Hilang sudah semua asa dan harapannya yang selama ini selalu dia dambakan. Kini, pupus sudah semuanya. Bagas, kekasih hatinya telah tega menghianatinya. Bahkan tak lama lagi, dia segera menikah dengan wanita lain, bukan dengan dirinya seperti selama ini diaimpi-impikan.

******

Hari-hari terasa berat. Tak nampak lagi semangat hidup dalam diri Cindy. Yang tersisa tinggal kepedihan hati yang mendalam. Hatinya kini remuk tak bersisa.

Lenyaplah semua masa depan yang Selma ini dia angankan. Ditambah lagi dengan kebingungan yang sangant besar, karena dia sudah tak lagi perawan.

“Bagaimana masa depanku?” jerit hatinya berteriak “Gak akan ada laki-laki yang mau sama diriku. aku sudah gak suci, aku sudah kotor. Ya Alloh, maafkan aku. aku telah berdosa besar pada-Mu!”

Dengan sisa-sisa asanya, dengan rasa terpaksa yang amat berat, dia harus melanjutkan hidupnya. Karena hidup harus terus berlanjut.

*******


Bdg, 030409
“Bz”

“SEKEPING HATI YANG TERHEMPAS BADAI”

Udara pagi dingin menggigit kulit. Diiringi hembusan angin yang kian mencengkeram tubuhku yang makin menggigil. Semburat sang mentari masih bersembunyi dibalik bukit. Hanya nyanyian burung yang sudah setia menyambut pagi di SMP tempatku bersekolah. Karena letaknya termasuk di dataran tinggi di kabupaten Garut, terang saja pagi di sana terasa sangat dingin.

Hari itu, pertama kalinya aku masuk SMP. Seperti biasanya, kegiatan di tiga hari pertama adalah masa orientasi sekolah, atau saat itu lebih dikenal dengan sebutan masa penataran siswa.

Terdengar suara bel masuk berbunyi. Akupun bergegas memasuki kelas. Kebetulan aku masuk di kelas 1A. Di situ aku bersama beberapa teman lamaku semasa di SD. Kemudian sedikit demi sedikit, aku mulai berkenalan dengan teman-teman baru yang kebetulan masuk satu kelas denganku.

Ada yang namanya Taufik, Asep, Pity, Ratna, Sari, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kemudian tak lama setelah masuk, mulai datang guru yang membimbing masa penataran itu. Satu persatu guru-guru pembimbing masuk bergantian membimbing kami. Begitu dan begitulah aktifitas pertama kali ketika aku masuk SMP.

Di antara teman-teman sekelasku, ada seorang wanita yang membuat mataku senang menatapnya. Kadang-kadang, pas kami kebetulan saling bertatapan, jantungku terasa berdegup kencang. Apakah gerangan yang terjadi, mungkin inilah yang dinamakan suka. Atau bahkan ini yang dinamakan jatuh cinta.

Namanya adalah Ratnawati, sebuah nama yang cantik. Sesuai dengan orangnya yang cantik juga, berkulit putih mulus dan bertubuh tinggi semampai. Sungguh takan bosan mata ini memandangnya.

Hari terus berganti, waktupun kian berlalu. Kian terasa pula rasa dalam dada ini kian membesar. Rasa senang saat melihatnya, rasa bahagia waktu bertemu dengannya, rasa indah saat membayangkannya. Kala jauh, semakin sering aku teringat padanya. Kala dekat, semakin kencang jantung ini berdegup.

Semakin lama, semakin yakin bahwa inilah yang namanya jatuh cinta. Terlukis kebahagiaan yang sangat besar dalam hati. Namun semakin aku bingung akan apa yang harus aku lakukan dengan perasaan ini.

Ingin rasanya aku berterus terang padanya. Ingin aku berkata jujur padanya. Tentang semua rasa yang ada dalam hati ini akan dirinya. Namun apalah dayaku, keberanianku tak pula datang menghampiri. Aku hanya anak kecil, anak kelas satu SMP. Yang belum pernah sekalipun mengalami yang namanya berpacaran dengan seorang wanita.

Tak apalah, biar kupendam dalam-dalam perasaan ini. Biarkan rasa itu terkubur dalam hati. Karena semakin besar perasaan itu, semakin aku takut untuk menyatakannya.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tibalah akhir catur wulan pertamaku. Alhamdulillah aku mendapat ranking pertama di kelasku. Dan mendapat juara umum kedua antar kelas satu angkatan. Terasa sangat senang hati ini bisa mendapatkan ranking satu di kelas.

Perasaan bahagia itu, tak pula menghapus perasaan cinta yang ada dalam hati ini. Berkali-kali aku ingin mengungkapkannya, namun terpaksa aku urungkan niat itu. Entah kenapa kala itu nyaliku terasa menciut.

Sampailah di akhir catur wulan dua. Kali ini akupun mendapat ranking satu lagi di kelas. Bahkan kali ini aku mendapat juara umum pertama antar kelas satu angkatan. Semakin terasa kebahagian kala itu.

Namun tetap saja rasa cinta dalam hati tak pernah padam. Semakin sering aku teringat padanya. Semakin sering aku mencuri-curi kesempatan untuk menatapnya. semakin senang perasaanku ketika bisa melihatnya.

*

Tak terasa waktu cepat berlalu. Sampailah aku di akhir kelas satuku. Catur wulan tiga, hari kenaikan kelasku menuju kelas dua. Alhamdulillah akupun masih mendapat ranking satu di kelasku. Bersyukur rasanya aku diberi anugerah ini oleh Sang Maha Pencipta.

Tibalah aku di kelas baru, kelas 2A. Disini, aku kebetulan jadi ketua kelas. Dan kebetulannya lagi, diapun sekelas kembali denganku. Senang sekali rasanya mengetahui hal itu. Karena jadi bisa melihatnya setiap hari. Akupun mengambil bangku di belakangnya. Fikirku biar aku bisa terus melihatnya.

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Tak lama setelah naik kelas dua, dia yang selalu aku kagumi, dia yang selalu aku rindu, dia yang selalu membuatku bersemangat pergi sekolah, tiba-tiba aku dengar telah berpacaran dengan seorang laki-laki, siswa kelas tiga.

Entah mengapa dada ini terasa sesak, panas rasanya aku mendengar hal itu. Mungkin inilah yang namanya cemburu. Aku merasakan cemburu karena dia telah memiliki pacar. Hilanglah kesempatanku untuk bisa menjadi pendampingnya.

Setiap aku melihat dia berjalan dengan laki-laki itu, ingin rasanya aku marah, igin rasanya aku hajar saja laki-laki itu. Tapi aku sadar, siapalah aku ini. Aku bukan siapa-siapanya. Aku hanya kebetulan sekelas dengannya. Aku hanya pengagum rahasianya yang tak punya nyali untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini aku pendam dalam hati.

Sejak itu, hari-hari tak lagi indah. Hanya rasa cemburu yang setia menemani hari-hariku di sekolah. Semakin aku cemburu, semakin lama rasanya hari-hari berlalu. Padahal ingin segera aku berpisah kelas dengannya.

Sampai tiba saatnya kenaikan kelasku. Alhamdulillah aku masih mendapat nilai bagus di buku rapor. Meski sudah tak lagi mendapat title juara umum antar kelas. Tapi alhamdulillah, aku bersyukur atas semua yang aku dapatkan.

**

Hari pertamaku masuk kelas tiga. Kali ini aku masuk di kelas 3B. Tapi anehnya, aku masih tetap sekelas dengannya. Padahal aku berharap tak lagi sekelas dengannya. Karena semakin sering melihatnya, semakin besar rasa cemburuku padanya. Tapi apa mau dikata, tak mungkin aku minta agar dipindah kelas cuma karena alasan ini.

Hari-hari aku lalui. Tak lama dari itu, aku mendengar kabar yang menggembirakan. Dia, wanita yang selama ini aku kagumi, yang selama ini membuatku rindu, yang sejak kelas dua membuatku cemburu, sekarang sudah tak lagi berhubungan dengan pacarnya.

Penyesalanku karena sekelas dengannya pun berubah drastis jadi rasa senang bisa sekelas dengannya. Kini aku jadi bisa lagi berusaha mendekatinya.

Selain saat berada di kelas, aku juga bisa bersama dengannya saat ada kegiatan OSIS, karena aku dan dia sama-sama aktif sebagai pengurus OSIS. Semenjak kelas dua aku menjabat sebagai salah satu ketua bidang dalam OSIS, dan dia sebagai sekretarisnya. Kemudian aku juga bisa berjumpa dengannya setiap jadwal latihan kegiatan pramuka.

Sedikit demi sedikit aku mulai berani dan berusaha mendekatinya. Aku mulai mengarahkan pembicaraan ke arah tujuanku. Hingga suatu sore, sebelum kegiatan latihan pramuka dimulai. Aku sempat bertemu dan berbincang dengannya.

Tak aku sia-siakan kesempatan itu untuk mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya. Di luar dugaan, dan di luar sangkaan, perasaanku ternyata sama dengannya. Semenjak kelas satupun sebenarnya dia pun menaruh hati padaku. Namun karena ketidak beranianku menyatakan perasaan itu, dia tak bisa berbuat apa-apa.akhirnya resmilah aku menjadi pacarnya. Bahagia sekali terasa, karena dia adalah cinta pertamaku.

Sore itu mungkin termasuk ke dalam saat yang tak bisa kulupakan seumur hidupku. Sungguh hatiku kala itu penuh dengan kebahagiaan. Hati ini terasa berbunga-bunga. Inilah rasanya cinta. Sungguh indah dan membahagiakan.

Hari-hariku kini penuh dengan keindahan. Penuh dengan kebahagiaan. Penuh dengan rindu yang terbalaskan. Makin sering kami jalan bareng, berbincang-bincang penuh cinta, berkunjung ke rumahnya, dan banyak lagi hal yang kami lakukan bersama. Semuanya terasa sangat menyenangkan.

Hampir setiap pulang sekolah, kami selalu pulang bareng. Saling menunggu satu sama lain. Sering aku pun berkunjung ke rumahnya. Kadang sepulang sekolah, bahkan kadang-kadang malam minggupun aku berkunjung ke rumahnya.

Kala itu dunia ini terasa milik kami berdua. Semua dilalui dengan kebahagiaan. Semua dijalanai dengan penuh rasa cinta dan sayang diantara kami.

***

Aku lalui hari demi hari penuh semangat. Aku jalani waktu demi waktu penuh dengan bahagia. Hingga suatu saat suatu kejadian menghampiriku.

Beberapa minggu sekolah libur karena menjelang hari raya idul fitri. Kami agak jarang berkomunikasi. Tapi aku taruh kepercayaanku sepenuhnya kepadanya. Akupun tak sedikitpun ada terbersit niat untuk menghianati cinta ini.

Selepas libur tersebut, aku lihat ada yang berubah darinya. Aku lihat dia tak lagi seperti biasanya. Dia selalu menghindar dariku. Padahal aku sangat rindu padanya. Ingin segera aku bertemu dan berbincang dengannya.

Semakin lama semakin aku tak mengerti apa gerangan yang terjadi. Semakin aku penasaran akan apa yang terjadi padanya.

Sepulang sekolah, aku hampiri dia. Aku bertanya padanya. Bahkan aku mohon agar dia menjelaskan apa yan terjadi padanya. Sungguh di luar dugaan, tiba-tiba dia berkata “Kamu terlalu baik buat saya. Saya terlalu banyak salah padamu. Ini demi kebaikanmu, kita sudahi saja hubungan ini. Kalaulah kita jodoh, suatu saat kita pasti bertemu lagi” itulah yang keluar dari bibirnya yang terlihat manis itu.

Betapa kagetnya aku saat itu. Tak sanggup rasanya telinga ini mendengarnya. Tak mampu rasanya hati ini menerimanya. Aku memohon agar dia mengurungkan maksudnya. Namun semuanya sia-sia, meski dengan terlihat tak rela, dia tetap dengan apa yang telah dia ucapkan.

Hatiku sedih. Jiwaku tak mampu menahannya. Aku pulang dengan lemas. Tak mampu lagi aku berkata-kata. Tak satupun orang yang menyapaku aku jawab. Hatiku hancur berantakan. Dada ini terasa amat sesak. Ingin rasanya aku berteriak sekeras-kerasnya. Ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya.

Aku hanya bisa berjalan lunglai menuju rumah. Hatiku penuh dengan rasa sakit sesakit-sakitnya. Kini musnah sudah semua angan-angaku untuk bisa menjadi pendampingnya seumur hidup. Tinggallah diriku seorang diri dengan serpihan hati yang sudah hancur lebur karenanya.

Hari-hari ku lalui dengan hampa. Tak ada lagi senyum dan tawa. Tak nampak lagi rona gembira. Yang tersisa hanya tubuh tanpa hati yang utuh. Hanya tinggal kesedihan yang setia menemani diri ini.

Setelah beberapa lama, aku mulai mengetahui sebab mengapa dia memilih untuk memutuskan cintaku. Ketika liburan kemarin ternyata dia dilamar oleh seorang pemuda. Orang tuanya menerima lamaran itu dan memaksanya untuk mau menerimnya juga.

Pupus sudah cintaku, musnah sudah harapanku. Tinggallah diriku yang tak lagi punya semangat seperti beberapa waktu yang lalu. Kulalui waktu dengan penuh rasa terpaksa. Kuikuti pelajaran sekolah tanpa semangat.

Hingga akhirnya, tibalah akhir catur wulan tiga di kelas tiga ini. Alhamdulillah aku masih bisa menyelesaikan sekolahku dengan baik. Aku mendapatkan nilai ujian tertinggi di sekolahku saat itu. Di balik kesedihan yan mendalam aku masih bisa tersenyum sedikit saat melihat orang tuaku bangga telah melahirkanku.

****

Selepas dari SMP, aku didaftarakn di dua SMA yang termasuk favorit di kota Bandung. Alhamdulillah aku diterima di pilihan pertama. Aku jalani kegiatan sekolahku dengan penuh rasa hampa. Hambar rasanya hari-hariku kali ini.

Aku kehilangan semangat hidupku. Aku merasakan bagian dari hidupku telah lenyap saat aku kehilangan cintaku waktu SMP. Tapi tetap aku jalani hidup meski berat.

Tujuan hidupku mulai buyar. Semangat hidupku telah lenyap. Sekolahku pun mulai tak teratur. Kadang masuk kadang bolos. Kadang rajin kadang malas.

Nilai rapor tak lagi membanggakan. Angka merah mulai muncul menghiasi nya. Habis-habisan aku dimarahi orang tuaku. Tapi apa yang harus aku lakukan. Akupun tak tau lagi tujuan hidupku. Hatiku sudah buta akan masa depan.

Semakin sering aku tak masuk sekolah. Semakin lupa aku akan tujuanku. Jiwaku telah mati. Yang tersisa hanya sesosok tubuh yang kurus kering, yang seakan tak lagi memiliki jiwa.

Hingga akhirnya aku dinyatakan tak lulus ujian kenaikan kelas. Aku tak naik kelas, dan aku dikeluarkan dari sekolah.

Maafkan anakmu ini, Ayah. Mafkan puteramu ini, Ibu. Aku telah mencoreng nama baik kalian. Aku telah menanamkan kekecewaan di hati kalian. Meski sesungguhnya aku mencintai kalian, aku menyayangi kalian. Tapi aku tak mampu menahan hancurnya hatiku. Aku kalah oleh cinta yang hilang.

Aku menyesal. Sangat menyesal. Maafkan anakmu ini……..

*****

Bdg, 020409
“Bz”

“PELANGI CINTA DI MEDAN ASMARA”

Angin berhembus sepoi, terasa begitu sejuk menerpa tubuh. Nyanyian burung-burung kecil terdengar merdu bersautan dengan gemerisik daun-daun yang menari elok tertiup angin. Indah nian ciptaan Sang Maha Pencipta.

Hatiku yang sedang berbunga-bunga semenjak jatuh hati pada seorang dokter muda. Bak gayung bersambut, diapun merasakan hal yang sama seperti yang sedang aku rasakan. Kamipun resmi menjalin sebuah hubungan asmara yang terasa sangat membahagiakan.

Dari dalam kamar terdengar ponselku berbunyi. Segera aku beranjak untuk menengok ponsel yang barusan berbunyi. Terlihat ada sebuah pesan baru yang masuk. Segera ku buka. Dan ternyata itu dari Listy, sang pujaan hati.

“Yank, kapan mau datang menemuiku?” itulah isi pesan tersebut.

Ya, memang itu yang sedang berada dalam fikiranku selama ini. Ingin segera rasanya aku datang menemuinya di kota Medan, tempat dia menyelesaikan masa co-asistensinya. Namun karena banyak hal, membuat rencana itu terus diundur. Mulai dari kerjaan yang sedang sibuk sampai yang terakhir aku mendapat musibah, ibuku masuk rumah sakit. Sehingga pekerjaanku terganggu dan dengan terpaksa aku harus mengundurkan diri dari tempat aku bekerja.

Kemudian tak lama setelah musibah itu, datang lagi sebuah musibah, ayahku masuk rumah sakit. Bahkan ayahku dirawat cukup lama dan sampai harus di rawat di dua rumah sakit. Begitulah hidup, kadang Alloh memberi ujian dengan anugerah-Nya, namun kadang memberikan ujian dengan musibah. Kesemuanya itu tak lain adalah untuk meningkatkan keimanan hamba-Nya.

Setelah berpikir beberapa saat, akupun membalas pesan tersebut. “Insyaalloh bulan ini saya jadi datang menemuimu” begitu kubalas pesan itu.

Akupun mulai mempersiapkan diri untuk pergi menemuinya yang jauh di seberang lautan sana. Maklumlah, ini pertama kalinya aku akan pergi ke kota Medan yang berada di lain pulau denganku.

*

Rabu pagi, aku berangkat dari Garut menuju Bandung untuk membeli tiket bis jurusan kota Medan. ALS nama bisnya, kependekan dari Antar Lintas Sumatera. Sesampainya di Bandung, aku menelepon dulu loket tempat pembelian tiket bis tersebut. Aku tanyakan kapan ada jadwal pemberangkatan ke kota Medan dan berapa lama perjalanannya. Ternyata hari itu ada jadwal pemberangkatan pukul dua belas siang, dan perjalanannya selama tiga hari.

Mendengar itu aku bergegas berangkat menuju loket biar tak terlambat dan tak tertinggal bisnya. Tadinya aku berencana berangkat esok harinya, tapi setelah tahu perjalannanya sampai tiga hari, aku fikir biar aku sampai di Medan tepat hari Sabtu dan bisa menghabiskan malam Minggu dengan sang pujaan hati, maka aku putuskan saja berangkat pada hari itu juga. Meskipun jadi tanpa persiapan, akupun berangkat menggunakan bis yang berangkat hari itu.

Aku duduk di sebuah kursi, sengaja aku mengambil tempat duduk yang terletak di pinggir, biar dekat ke jendela. Maksudku biar aku bisa menikmati pemandangan yang terlewati sepanjang perjalanan. Ya, biar sekalian rekreasi. Sambil menyelam minum air, itu mungkin peribahasanya yang cocok.

Bis berangkat agak telat, sekitar tiga perempat jam dari seharusnya. Aku maklumin aja, namanya juga di Indonesia, keterlambatan masih dianggap biasa. Tapi akhirnya bis pun berangkat. Meski saat aku tengok sekelilingku, ternyata bis tak terisi penuh. Mungkin hanya setengah dari kapasitas maksimalnya.

Bis melaju perlahan, melewati beberapa lampu merah. Tak lama kemudian masuk ke dalam tol dan melaju kencang tanpa hambatan.

Sekitar pukul setengah enam sore, bis tiba di pelabuhan Merak. Di sana bis berhenti di sebuah rumah makan untuk beristirahat. Aku pun turun untuk sholat.

Sehabis sholat, aku pergi untuk makan. Aku pikir, karena uangku terbatas, aku tak usah makan di rumah makan yang besar karena biasanya harganya mahal. Lalu aku putuskan untuk makan di sebuah warung kecil yang berada di samping rumah makan itu. Sehabis makan, seperti biasa aku bayar. Busyet, ternyata makan cuma dengan sepotong ayam goreng dan minum segelas air bening saja harganya sampai tujuh belas ribu rupiah. Wah mahalnya makan di perjalanan.

Sekitar satu jam berhenti, bis pun kembali berangkat melanjutkan perjalanan. Bis masuk ke sebuah kapal feri untuk menyeberangi Selat Sunda menuju daratan Pulau Sumatera. Selama dua jam aku duduk di atas feri itu, akhirnya sampai di seberang, di pelabuhan Bakauheuni, Lampung.

Malam itu, bis melaju menyusuri perjalanan di Propinsi Lampung. Di sela-sela kegelapan malam, sesekali aku bisa melihat di sepanjang perjalanan banyak terlewati kawasan perkebunan kelapa sawit. Inilah Sumatera, yang kata orang banyak sekali ditumbuhi oleh pohon kelapa sawit, ternyata benar terbukti.

Ketika mata mulai terasa berat, tak terasa akupun mulai tertidur lelap. Entah bermimpi apa malam itu, yang pasti tidurku lelap sekali.

Sebelum subuh, bis pun berhenti kembali di sebuah rumah makan. Entah apa nama daerahnya, yang jelas aku lihat masih di proponsi Lampung. Seperti biasa aku turun untuk mengisi perut. Di sana aku sengaja makan di rumah makan. Fikirku biar tahu berapa harganya makan sepiring di rumah makan. Ternyata di luar dugaan, makan sepiring di warung kecil dan di rumah makan yang besar dan nyaman harganya sama. Kalau tahu begini, buat apa kemarin sore aku makan di warung kecil yang sempit dan jorok kalau ternyata makan di rumah makan besar dan bersih serta nyamanpun harganya sama.

Setelah terdengar adzan berkumandang, akupun bergegas ke mushalla yang ada di rumah makan tersebut untuk menunaikan sholat shubuh.

Bis kembali melaju melanjutkan perjalanan panjangnya. Hari mulai terang, terlihat sudah mulai banyak yang beraktifitas. Ada yang berangkat ke kantor, ke perkebunan sampai yang berangkat untuk berjualan.

Aku menikmati perjalananku ini. Banyak tempat yang terlewati, itu membuatku jadi lebih tahu banyak tentang tanah Sumatera. Kala siang terlihat jelas banyak berjejer perkebunan kelapa sawit yang sesekali diselingi satu atau beberapa rumah kecil berdinding papan. Ya begitulah biasanya rumah para transmigran yang belum terlalu lama tinggal di sana.

Seperti sebelumnya setiap beberapa jam, bis berhenti di rumah makan. Dan seperti biasa, setiap bis berhenti akupun turun untuk mengisi perut dan sekalian menunaikan sholat.

Semakin lama kami semakin akrab dalam bis. Mulai sering terdengar obrolan dan gurauan-gurauan di antara para penumpang bis. Kadang ada yang saling ledek, kadang ada yang saling puji. Begitulah suasana dalam bis yang kian terasa hangat dan makin akrab.

**

Waktu terasa cepat berlalu, tibalah hari sabtu pagi. Bis berhenti di sebuah rumah makan di daerah Sidempuan sekitar jam lima shubuh. Aku bergegas menunaikan sholat shubuh. Pagi itu aku tak ikut makan karena berencana shaum. Hari itu bertepatan dengan tanggal delapan dzulhijjah.

Bis kembali melaju, kali ini bis sudah masuk ke propinsi Sumatera Utara, ya propinsi dimana kota Medan berada. Artinya tak akan lama lagi aku akan tiba di kota Medan. Wah senang rasanya akan segera berjumpa dengan sang pujaan hati yang setelah sekian lama dinanti.

Di sepanjang perjalanan mulai terlihat kekhasan sumatera utara. Terlihat banyak rumah-rumah adat suku batak. Kadang-kadang di sampingnya terlihat satu sampai beberapa makam khas suku batak. Beberapa kota terlewati, kadang-kadang terlewati pula pesawahan dan bukit-bukit yang menghijau indah.

Setelah agak lama, bis masuk ke sebuah terminal. “Terminal Prapat”, kubaca sebuah tulisan di sana. Ya, benar sekali, kali ini, bis berhenti sejenak di terminal Prapat. Letaknya berada dekat dengan sebuah danau yang sangat besar dan terkenal di sana, Danau Toba.

Kemudian bis berangkat kembali, menyusuri tepi Danau Toba, kemudian melewati jalan yang membentang di atas tebing yang sangat tinggi. Dari sana, terlihat jelas luasnya Danau Toba yang menghampar di bawah sana, sungguh luas dan indah pemandangan di sana.

Sekira pukul satu siang, akhirnya, bispun sampai di poolnya, yang terletak di jalan Sisinga Mangaraja, kota Medan. Akupun bergegas turun dari bis.

Kutengok ponselku sudah tak lagi menyala, baterainya sudah habis. Kulihat sekeliling, kota ini benar-benar asing bagiku. Terang saja, karena ini pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di kota Medan. Aku agak bingung, kemana aku harus pergi.

Lalu aku lihat sebuah wartel. Biar kutelepon saja dulu Listy. Setelah dia angkat telepon dariku, ternyata dia bilang dia masih di rumah sakit, belum pulang.

Aku pergi ke sebuah mesjid yang ada di pool tersebut, aku pikir sambil berpikir mau kemana, aku sholat Dzuhur dulu. Akupun segera ambil air wudlu dan melaksanakan sholat Dzuhur.

Selepas sholat, aku putuskan untuk mencari dulu tempat buat menginap. Ku telusuri jalan Sisinga Mangaraja, tak satupun ku temukan penginapan atau hotel di sana. Kemudian aku bertanya kepada seorang abang pengemudi becak motor yang sedang mangkal di pinggir jalan. Dia bilang susuri aja jalan ini, setelah perempatan, ada sebuah penginapan. Aku susuri jalan tersebut sampai perempatan, tak nampak satupun ada penginapan di sana.

Lalu aku bertanya lagi pada seorang pedagang yang ada di sekitar perempatan itu. Disuruhnya aku ikuti jalan yang mengarah ke timur. Aku susuri jalan itu, ternyata hasilnya sama saja nihil, tak ku temukan sebuah penginapan pun disana.

Memang agak susah karena aku memang belum pernah ke sana sekalipun sebelumnya. Tapi aku tak berhenti sampai di situ. Aku bertanya lagi pada seorang abang pengemudi becak kayuh. Dikasih tahunya aku bahwa ada sebuah hotel di dekat terminal Amplas. “Terminal Amplas?” tanyaku. Dimana lagi itu. Mendengarnya pun baru kali itu.

Akhirnya aku memintanya untuk mengantarkanku ke hotel yang dia maksud. Dan ternyata benar, di seberang sebuah terminal ada tertulis di papan nama “Hotel Amplas”. Alhamdulillah, akhirnya dapat juga tempat untuk menginap.

***
Sore hari sekira setelah ashar, Listy menelponku. Katanya dia sudah berada di pool bis yang aku tumpangi. Aku suruh dia untuk naik angkot menuju terminal Amplas karena penginapanku masih agak jauh dari pool bis tersebut.

Tak lama kemudian, dia meneleponku lagi. Dia bilang dia sudah tiba di terminal Amplas. Aku bergegas pergi ke depan untuk menjemputnya. Dan ternyata benar, terlihat diantara hilir mudiknya orang-orang, ada seorang wanita berjilbab yang sedang berdiri menenteng sebuah tas sambil memegang ponsel karena dia masih berbicara denganku lewat ponsel.

Betapa senangnya hatiku kala itu. Akhirnya aku bisa juga bertemu dengan sang pujaan hati. Kemudian aku hampiri dia, sambil tersenyum, aku ambil dan aku bawakan tasnya.

Tak bisa kulukiskan betapa bahagianya jiwaku saat itu. Tak dapat kutuliskan seberapa senangnya hatiku kala itu. Aku bisa berjumpa, berbincang dan menatap wajahnya yang cantik dengan sunggingan senyum yang senantiasa ditebarnya untukku.

Kami ingin sekali melaksanakan sholat berjamaah berdua. Dan sore itu, cita-cita kami tercapai, kami bisa melaksanakan sholat ashar berjamaah berdua. Sungguh indah saat itu, terasa sangat bahagia bisa sholat berjamaah dengannya.

Keesokan harinya, aku diajaknya sedikit berjalan-jalan di kota Medan. Meski tak sampai berkeliling mengitari kota Medan, tapi aku bahagia bisa berjalan-jalan dengannya. Kebahagiaan pun terasa saat kami makan bersama. Kadang-kadang dengan mesra, kami saling menyuapi. Indah rasanya saat itu kurasakan.

Selasa siang, sepulang dia dari rumah sakit, dia memintaku untuk datang ke rumah kostnya untuk menemuinya sekalian memperkenalkanku pada teman-temannya. Tapi siang itu terasa sangat panas, jauh berbeda dengan kota Garut yang sejuk dan berangin yang mendinginkan panasnya mentari. Ditambah dengan tubuh dan mataku yang masih lelah setelah menempuh perjalanan tiga hari tiga malam, akupun memutuskan untuk datang setelah sholat maghrib saja.

Aku tepati janjiku, selepas sholat maghrib aku datangi dia. Ternyata dia memintaku menemuinya di rumah kost temannya, Ida namanya. Tiba di sana disambut olehnya dengan senyuman di bibirnya. Lalu dipersilahkannya aku masuk ke rumah kost temannya. Aku duduk dikursi teras. Dikenalkannya aku dengan teman-temannya di sana. Kami pun berbincang-bincang dan bercerita-cerita sedikit tentang perjalananku.

Cukup kami berbincang di sana, diajaknya aku untuk menemui temannya yang lain. Lalu kami berdua beranjak. Sebelum menemui temannya yang satu lagi, kami putuskan untuk makan malam dulu di sebuah warung makan yang tak jauh dari sana. Setelahnya, kami pun berjalan kembali menuju rumah kost temannya yang berdampingan dengan rumah kostnya.

Tak berapa lama, kami tiba di rumah kost yang kami tuju. Keluarlah seorang wanita, Fitria namanya. Kami duduk dan berbincang di kursi terasnya. Seperti yang tadi, aku pun memperkenalkan diri dan berbincang-bincang.

Tak lama kami di situ, mumpung masih ada waktu, kami putuskan untuk berjalan-jalan. Karena sudah lumayan malam, kami tak bisa berjalan-jalan lama. Cuma sebentar kami berjalan-jalan, tapi cukup untuk menghabiskan waktu bersama dengan kebahagiaan.

Sepulang berjalan-jalan, aku antarkan dia sampai di depan rumah kostnya. Tampak terlihat rona kebahagiaan dari mukanya. Begitu pula yang aku rasakan malam itu. Aku berpamitan untuk pulang dan dia pun masuk ke dalam rumah tempat dia kost.

Beberapa hari di kota medan terasa sangat bahagia karena bisa bertemu, berjalan-jalan dan menghabiskan waktu dengan wanita pujaan hati. Sungguh kenangan yang tak akan terlupakan dalam hidup ini. Bisa bersama-sama denga wanita yang sangat disayangi adalah sebuah kebahagiaan yang sangat besar. Alhamdulillah, kupanjatkan syukur kepada Sang Maha Penyayang.

****

Hari Rabu sore, saat itu adalah saat yang paling aku segani. Karena saat itu adalah saatnya aku berpisah lagi dengannya. Meski tak mau, tapi itu harus terjadi. Aku harus kembali melakukan aktifitas-aktifitasku di kota asalku. Dia pun harus tetap di kota Medan untuk menyelesaikan masa co-ass nya.

Sore sepulang dari rumah sakit, dia segera menemuiku di Amplas, hotel tempatku menginap. Di sana, kami sempat melaksanakan lagi sholat ashar berjamaah berdua.

Sehabis sholat, kami beranjak menuju Bandara Polonia. Dia ikut untuk mengantarku sampai ke bandara.

Setibanya di bandara, aku langsung check-in tiket. Aku ambil pemberangkatan jam tujuh malam itu.

Sembari menunggu pesawat berangkat, kami duduk sambil bercengkrama yang terakhir kali untuk pertemuan itu. Kami sempat berfot-foto, berbincang-bincang diselingi gurauan-guraun kecil seperti biasa. Terasa selalu indah apabila ada dia di sampingku. Tak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan yang lainnya.

Terasa berat sekali harus berpisah dengannya. Amat berat. Tapi waktu tak bisa aku hentikan, dia terus berjalan. Hingga tiba saatnya pesawat yang akan aku tumpangi take off. Aku berpamitan padanya. Terlihat di matanya, sebuah kesedihan yang dalam. Hal itupun yang sama aku rasakan dalam hati. Sangat sedih rasanya harus berpisah jauh dari wanita yang aku sayangi.

Akhirnya, diiringi tatapannya yang kian sayu, aku melangkah ke dalam menuju tempat keberangkatan pesawat.

Selamat tinggal sayang, sampai kita berjumpa nanti di lain hari. Jagalah selalu kesetiaanmu untukku. Jangan pernah sedikitpun kau khianati cinta kita, demi kita, demi janji yang pernah kita ikrarkan berdua. Aku sayang padamu.

*****

Bdg, 010409
“Bz”

"BEKASI CYBER LOVE (BCL)"

Tak terasa hari seakan berlari. Tak terasa pula mentari senja telah menyambut dengan keanggunannya di langit yang tampak begitu elok. Jubelan aktifitas pun telah usai. Tinggallah aku yang terbebas dari himpitan pekerjaan.

Kota Bekasi terasa sangat cerah, tak seperti biasanya yang selalu disergap hujan kala sore menjelang. Sambil melepas penat, kunyalakan komputer. Tak harus menunggu lama, komputer sudah dalam keadaan menyala. Kuambil mouse, kugerakkan kursor menuju satu icon yang terletak di halaman wall paper desktop. Lalu aku klik icon itu dua kali. Keluarlah sebuah program, namanya “Yahoo Messenger”, sebuah program chating yang banyak digunakan oleh para pengguna internet.

Memang selama ini, aku punya banyak teman di luar sana yang sama-sama menggunakan program tersebut. Lumayanlah menambah banyak teman, begitu fikirku. Semakin banyak teman, semakin terasa dunia ini sangatlah luas dan semakin terasa bahwa kita hidup di dunia ini tak sendirian, masih banyak orang lain yang berada di luar sana.

Setelah program Yahoo Messenger aktif, aku login dengan menggunakan sebuah user name dan sebuah password. Kulihat ada beberapa teman yang sedang online. Aku sapa sebagian dari mereka dengan salam dan kadang dibumbui dengan beberapa canda biar suasana jadi lebih hangat. Mereka pun menyambut dengan tertawa dan melemparkan kembali candaan lainnya kepadaku. Ya begitulah suasana yang hangat terjalin antar teman-teman chatingku.

Setelah puas menyapa teman-teman yang sedang sama-sama online, aku masuk ke fitur chat room. Chat room ini adalah sebuah ruangan atau semacam forum yang disediakan oleh Yahoo Messenger yang bisa dimasuki oleh banyak pengguna secara berbarengan.

Kemudian aku pilih untuk masuk ke salah satu room yang sering aku masuki. Room Bandung 1, ya di situlah aku sering berkumpul bersama-sama teman-teman chating yang kebanyakan berasal dari Kota Bandung dan kota lainnya yang berada di Jawa Barat. Aku senang masuk ke sana karena kebanyakan yang ada di sana adalah orang Sunda, jadi terasa banyak saudara sekampung.

Aku lihat nama-nama yang ada di room tersebut. Tiba-tiba ada sebuah nama yang membuatku tertarik dan penasaran untuk menyapanya. Namanya Listiya14. aku pikir itu sebuah nama yang cantik, pasti ornagnya pun cantik. Namanya juga laki-laki, melihat ada kesempatan untuk berkenalan dengan wanita cantik, mengapa disia-siakan. Apalagi saat ini aku tak punya seorang pendamping hidup, alias menjomblo.

Tak usah berfikir terlalu lama, langsung saja aku klik dua kali nama tersebut. Muncullah sebuah jendela chating. Kuketik sebuah tulisan salam “Assalamu alaikum”. Dan beberapa saat kemudian muncul sebuah balasan darinya “Waalaikum salam” jawabnya. Lalu mualilah aku minta izin untuk bisa berkenalan dengannya. Dan betapa senangnya hati ini, karena dia memberi respon yang bagus.

Lama kami berkenalan, mulai dari tanya nama, alamat, usia sampai bercerita tentang sekolah dan kerjaan kami masing-masing. Namanya Listiya, atau lebih sering dipanggil Listy. Sungguh nama yang cantik, itu pikirku. Kemudian kami bertukar nomor ponsel, alasannya biar kalau ada perlu, lebih gampang menghubungi.

Tak lupa juga kami bertukar foto. Aku lihat, hmm, cantik juga dia. Dia adalah seorang dokter muda yang sedang menyelesaikan tugas co-asistensi nya di sebuah rumah sakit umum di kota Medan. RSUPM katanya. Itu kependekan dari Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan.

Makin lama kami ngobrol, semakin menambah keakraban kami. Entah kenapa, akupun merasa nyambung saat ngobrol dengannya. Sesekali kami saling lempar pujian yang mungkin akan menambah keakraban kami. Tak lupa pula aku sering mengajaknya untuk becanda dengan guyonan-guyonan yang membuat kami makin sering tersenyum-senyum bahkan sampai tertawa.

Waktu cepat berlalu, sungguh tak terasa lama kami mengobrol. Karena saatnya adzan Maghrib segera menjelang, aku pun berpamitan untuk menunaikan sholat Maghrib.

*

Esok harinya aku berangkat ke kantor tempatku bekerja di daerah Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur. Karena aku memang masih bekerja di sebuah kantor perusahaan kontraktor di tempat itu. Di Bekasi, aku berencana membuka usaha. Disana aku berencana membuka sebuah warnet, kursus komputer dan tempat bimbingan belajar.

Di sela-sela pekerjaan, aku meluangkan waktu untuk menelpon nomor ponsel yang kemarin diberikan oleh Listy. “Hallo, Assalamualaikum” tersengar ada suara dari telepon. Lalu kujawab segera”waalaikum salam”. Aku menyempatkan menanyakan kabarnya dan sedikit ngobrol dengannya.

Karena masih di kantor, aku tak bisa lama-lama meneleponnya. Aku lanjutkan kembali pekerjaanku di sana sampai waktunya jam pulang kerja.

Sore selepas kerja, aku kembali lagi ke Bekasi untuk menyelesaikan proyek usaha yang direncanakan sebelumnya. Tak sabar rasanya ingin segera menyalakan kembali komputer dan chating lagi dengan kenalan baruku itu.

Sampai di bekasi, sambil beristirahat, langsung kunyalakan kembali komputer. Seperti biasa, aku login lagi di yahoo messenger. Ternyata benar, dia sudah online lagi.

Langsung saja kusapa dia. “Assalamualaikum” ku kirim pesan itu di yahoo messenger. “waalaikum salam” diapun menjawabnya. Selanjutnya seperti biasa, kami larut dalam obrolan yang hangat dan penuh dengan canda.

“Punya FS gak?” tanyanya padakau.

“Duh gak punya neh” jawabku. Padahal akupun belum begitu kenal dengan kata”FS” tadi. Benakku bertanya, FS itu apa. Tapi aku gak mungkin bertanya sama dia tentang FS. Jaim alais jaga image dong, fikirku.

Lama kami chating, sampai aku pamitan lagi untuk menunaikan sholat Maghrib.

**

Aku penasaran dengan kata FS itu. Akupun bertanya pada teman-teman chating lainnya. Akhirnya dapat juga. FS itu kependekan dari Friendster. Sebuah situs yang digunakan untuk memperkenalkan profil kita kepada orang lain di internet. Alias sebuah ajang bergaul di dunia maya.

Tak berfikir panjang lagi, langsung aku daftar di friendster itu. Aku masukkan nama, alamat, tanggal lahir sampai aku masukkan beberapa foto yang tersimpan di hard disk komputerku.

Esoknya, kamipun chating lagi. Saat itulah aku beri tahukan bahwa aku sudah mendaftar di friendster yang kemarin dia tanyakan padaku. Dan diapun langsung melihat profilku di sana.

Agak lama dia melihat-lihat profilku. Lalu tiba-tiba dia bilang “ternyata kamu adik saya”. Fikiranku bertanya-tanya “kenapa dia bilang begitu ya?”.

Agak lama aku berfikir. Akhirnya tersirat dalam benakku “mungkin dia termasuk dalam tipe yang tak suka sama laki-laki yang lebih muda darinya”. Karena aku sebenarnya mulai tertarik padanya, akupun langsung ambil langkah menyelamatkan diri. “Ups maaf, itu salah ketik. Sebetulnya bukan 1984, tapi 1981” kataku untuk meyakinkan dia bahwa aku gak lebih muda darinya.

Akhirnya selamat juga. Dia percaya bahwa aku lebih tua darinya. Dan terasa diapun mau melanjutkan perkenalan dan persahabatan kami.

Malam sebelum idur, tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada sebuah sms yang masuk ke ponselku. Ternyata itu dari Listy. “Hai, kenapa ya diriku kepikiran dirimu terus” itu pesan yang tertulis di sms tersebut. Wah senangnya hatiku membacanya.

Pucuk dicinta, ulampun tiba. Itu mungkin peribahasa yang cocok dengan keadaan waktu itu. Ketertarikanku padanya mulai menghasilkan respon yang baik.

Esok harinya, dia kirim lagi sebuah pesan agar aku segera online untuk chating dengannya. Gak nunggu lama, aku langsung login di yahoo messenger. Seperti biasa kami ngobrol dan bercanda yang sesekali diselingi dengan beberapa pujian yang membuat kami makin senang.

Semakin sering kami chating, ditambah dengan saling kirim sms dan sesekali saling telepon, semakin terasa keakraban dan kedekatan di antara kami. Itu membuat kami merasa saling menemani setiap waktu.

Suatu hari, akupun mulai berani menyatakan bahwa aku tertarik dan jatuh hati padanya. Sesuai dengan dugaan, diapun menerimaku dengan senang. “Alhamdulillah” kataku. Terima kasih ya Alloh. Hatiku terasa senang sekali. Mungkin kalau anak-anak ABG bilang hatiku sedang berbunga-bunga. Entah bunga apa, yang jelas terasa sangat indah.

Hubunganpun kian akrab dan kian mesra. Kami saling berjanji untuk menjaga hubungan ini. Berjanji untuk saling setia satu sama lain selamanya.

Dan alhamdulillah, sampai sekarang, sampai kami bertemu beberapa kali, hubungan ini tetap terjaga dengan baik.

***

Bdg, 010409

“Bz”