Beningnya Embun Pagi, Hidup Ini Baru Dimulai, Kita Songsong Dengan Penuh Senyum Dan Harapan

Selasa, 14 April 2009

“SEKEPING HATI YANG TERHEMPAS BADAI”

Udara pagi dingin menggigit kulit. Diiringi hembusan angin yang kian mencengkeram tubuhku yang makin menggigil. Semburat sang mentari masih bersembunyi dibalik bukit. Hanya nyanyian burung yang sudah setia menyambut pagi di SMP tempatku bersekolah. Karena letaknya termasuk di dataran tinggi di kabupaten Garut, terang saja pagi di sana terasa sangat dingin.

Hari itu, pertama kalinya aku masuk SMP. Seperti biasanya, kegiatan di tiga hari pertama adalah masa orientasi sekolah, atau saat itu lebih dikenal dengan sebutan masa penataran siswa.

Terdengar suara bel masuk berbunyi. Akupun bergegas memasuki kelas. Kebetulan aku masuk di kelas 1A. Di situ aku bersama beberapa teman lamaku semasa di SD. Kemudian sedikit demi sedikit, aku mulai berkenalan dengan teman-teman baru yang kebetulan masuk satu kelas denganku.

Ada yang namanya Taufik, Asep, Pity, Ratna, Sari, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kemudian tak lama setelah masuk, mulai datang guru yang membimbing masa penataran itu. Satu persatu guru-guru pembimbing masuk bergantian membimbing kami. Begitu dan begitulah aktifitas pertama kali ketika aku masuk SMP.

Di antara teman-teman sekelasku, ada seorang wanita yang membuat mataku senang menatapnya. Kadang-kadang, pas kami kebetulan saling bertatapan, jantungku terasa berdegup kencang. Apakah gerangan yang terjadi, mungkin inilah yang dinamakan suka. Atau bahkan ini yang dinamakan jatuh cinta.

Namanya adalah Ratnawati, sebuah nama yang cantik. Sesuai dengan orangnya yang cantik juga, berkulit putih mulus dan bertubuh tinggi semampai. Sungguh takan bosan mata ini memandangnya.

Hari terus berganti, waktupun kian berlalu. Kian terasa pula rasa dalam dada ini kian membesar. Rasa senang saat melihatnya, rasa bahagia waktu bertemu dengannya, rasa indah saat membayangkannya. Kala jauh, semakin sering aku teringat padanya. Kala dekat, semakin kencang jantung ini berdegup.

Semakin lama, semakin yakin bahwa inilah yang namanya jatuh cinta. Terlukis kebahagiaan yang sangat besar dalam hati. Namun semakin aku bingung akan apa yang harus aku lakukan dengan perasaan ini.

Ingin rasanya aku berterus terang padanya. Ingin aku berkata jujur padanya. Tentang semua rasa yang ada dalam hati ini akan dirinya. Namun apalah dayaku, keberanianku tak pula datang menghampiri. Aku hanya anak kecil, anak kelas satu SMP. Yang belum pernah sekalipun mengalami yang namanya berpacaran dengan seorang wanita.

Tak apalah, biar kupendam dalam-dalam perasaan ini. Biarkan rasa itu terkubur dalam hati. Karena semakin besar perasaan itu, semakin aku takut untuk menyatakannya.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Tibalah akhir catur wulan pertamaku. Alhamdulillah aku mendapat ranking pertama di kelasku. Dan mendapat juara umum kedua antar kelas satu angkatan. Terasa sangat senang hati ini bisa mendapatkan ranking satu di kelas.

Perasaan bahagia itu, tak pula menghapus perasaan cinta yang ada dalam hati ini. Berkali-kali aku ingin mengungkapkannya, namun terpaksa aku urungkan niat itu. Entah kenapa kala itu nyaliku terasa menciut.

Sampailah di akhir catur wulan dua. Kali ini akupun mendapat ranking satu lagi di kelas. Bahkan kali ini aku mendapat juara umum pertama antar kelas satu angkatan. Semakin terasa kebahagian kala itu.

Namun tetap saja rasa cinta dalam hati tak pernah padam. Semakin sering aku teringat padanya. Semakin sering aku mencuri-curi kesempatan untuk menatapnya. semakin senang perasaanku ketika bisa melihatnya.

*

Tak terasa waktu cepat berlalu. Sampailah aku di akhir kelas satuku. Catur wulan tiga, hari kenaikan kelasku menuju kelas dua. Alhamdulillah akupun masih mendapat ranking satu di kelasku. Bersyukur rasanya aku diberi anugerah ini oleh Sang Maha Pencipta.

Tibalah aku di kelas baru, kelas 2A. Disini, aku kebetulan jadi ketua kelas. Dan kebetulannya lagi, diapun sekelas kembali denganku. Senang sekali rasanya mengetahui hal itu. Karena jadi bisa melihatnya setiap hari. Akupun mengambil bangku di belakangnya. Fikirku biar aku bisa terus melihatnya.

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Tak lama setelah naik kelas dua, dia yang selalu aku kagumi, dia yang selalu aku rindu, dia yang selalu membuatku bersemangat pergi sekolah, tiba-tiba aku dengar telah berpacaran dengan seorang laki-laki, siswa kelas tiga.

Entah mengapa dada ini terasa sesak, panas rasanya aku mendengar hal itu. Mungkin inilah yang namanya cemburu. Aku merasakan cemburu karena dia telah memiliki pacar. Hilanglah kesempatanku untuk bisa menjadi pendampingnya.

Setiap aku melihat dia berjalan dengan laki-laki itu, ingin rasanya aku marah, igin rasanya aku hajar saja laki-laki itu. Tapi aku sadar, siapalah aku ini. Aku bukan siapa-siapanya. Aku hanya kebetulan sekelas dengannya. Aku hanya pengagum rahasianya yang tak punya nyali untuk mengungkapkan perasaan yang selama ini aku pendam dalam hati.

Sejak itu, hari-hari tak lagi indah. Hanya rasa cemburu yang setia menemani hari-hariku di sekolah. Semakin aku cemburu, semakin lama rasanya hari-hari berlalu. Padahal ingin segera aku berpisah kelas dengannya.

Sampai tiba saatnya kenaikan kelasku. Alhamdulillah aku masih mendapat nilai bagus di buku rapor. Meski sudah tak lagi mendapat title juara umum antar kelas. Tapi alhamdulillah, aku bersyukur atas semua yang aku dapatkan.

**

Hari pertamaku masuk kelas tiga. Kali ini aku masuk di kelas 3B. Tapi anehnya, aku masih tetap sekelas dengannya. Padahal aku berharap tak lagi sekelas dengannya. Karena semakin sering melihatnya, semakin besar rasa cemburuku padanya. Tapi apa mau dikata, tak mungkin aku minta agar dipindah kelas cuma karena alasan ini.

Hari-hari aku lalui. Tak lama dari itu, aku mendengar kabar yang menggembirakan. Dia, wanita yang selama ini aku kagumi, yang selama ini membuatku rindu, yang sejak kelas dua membuatku cemburu, sekarang sudah tak lagi berhubungan dengan pacarnya.

Penyesalanku karena sekelas dengannya pun berubah drastis jadi rasa senang bisa sekelas dengannya. Kini aku jadi bisa lagi berusaha mendekatinya.

Selain saat berada di kelas, aku juga bisa bersama dengannya saat ada kegiatan OSIS, karena aku dan dia sama-sama aktif sebagai pengurus OSIS. Semenjak kelas dua aku menjabat sebagai salah satu ketua bidang dalam OSIS, dan dia sebagai sekretarisnya. Kemudian aku juga bisa berjumpa dengannya setiap jadwal latihan kegiatan pramuka.

Sedikit demi sedikit aku mulai berani dan berusaha mendekatinya. Aku mulai mengarahkan pembicaraan ke arah tujuanku. Hingga suatu sore, sebelum kegiatan latihan pramuka dimulai. Aku sempat bertemu dan berbincang dengannya.

Tak aku sia-siakan kesempatan itu untuk mengungkapkan isi hatiku yang sebenarnya. Di luar dugaan, dan di luar sangkaan, perasaanku ternyata sama dengannya. Semenjak kelas satupun sebenarnya dia pun menaruh hati padaku. Namun karena ketidak beranianku menyatakan perasaan itu, dia tak bisa berbuat apa-apa.akhirnya resmilah aku menjadi pacarnya. Bahagia sekali terasa, karena dia adalah cinta pertamaku.

Sore itu mungkin termasuk ke dalam saat yang tak bisa kulupakan seumur hidupku. Sungguh hatiku kala itu penuh dengan kebahagiaan. Hati ini terasa berbunga-bunga. Inilah rasanya cinta. Sungguh indah dan membahagiakan.

Hari-hariku kini penuh dengan keindahan. Penuh dengan kebahagiaan. Penuh dengan rindu yang terbalaskan. Makin sering kami jalan bareng, berbincang-bincang penuh cinta, berkunjung ke rumahnya, dan banyak lagi hal yang kami lakukan bersama. Semuanya terasa sangat menyenangkan.

Hampir setiap pulang sekolah, kami selalu pulang bareng. Saling menunggu satu sama lain. Sering aku pun berkunjung ke rumahnya. Kadang sepulang sekolah, bahkan kadang-kadang malam minggupun aku berkunjung ke rumahnya.

Kala itu dunia ini terasa milik kami berdua. Semua dilalui dengan kebahagiaan. Semua dijalanai dengan penuh rasa cinta dan sayang diantara kami.

***

Aku lalui hari demi hari penuh semangat. Aku jalani waktu demi waktu penuh dengan bahagia. Hingga suatu saat suatu kejadian menghampiriku.

Beberapa minggu sekolah libur karena menjelang hari raya idul fitri. Kami agak jarang berkomunikasi. Tapi aku taruh kepercayaanku sepenuhnya kepadanya. Akupun tak sedikitpun ada terbersit niat untuk menghianati cinta ini.

Selepas libur tersebut, aku lihat ada yang berubah darinya. Aku lihat dia tak lagi seperti biasanya. Dia selalu menghindar dariku. Padahal aku sangat rindu padanya. Ingin segera aku bertemu dan berbincang dengannya.

Semakin lama semakin aku tak mengerti apa gerangan yang terjadi. Semakin aku penasaran akan apa yang terjadi padanya.

Sepulang sekolah, aku hampiri dia. Aku bertanya padanya. Bahkan aku mohon agar dia menjelaskan apa yan terjadi padanya. Sungguh di luar dugaan, tiba-tiba dia berkata “Kamu terlalu baik buat saya. Saya terlalu banyak salah padamu. Ini demi kebaikanmu, kita sudahi saja hubungan ini. Kalaulah kita jodoh, suatu saat kita pasti bertemu lagi” itulah yang keluar dari bibirnya yang terlihat manis itu.

Betapa kagetnya aku saat itu. Tak sanggup rasanya telinga ini mendengarnya. Tak mampu rasanya hati ini menerimanya. Aku memohon agar dia mengurungkan maksudnya. Namun semuanya sia-sia, meski dengan terlihat tak rela, dia tetap dengan apa yang telah dia ucapkan.

Hatiku sedih. Jiwaku tak mampu menahannya. Aku pulang dengan lemas. Tak mampu lagi aku berkata-kata. Tak satupun orang yang menyapaku aku jawab. Hatiku hancur berantakan. Dada ini terasa amat sesak. Ingin rasanya aku berteriak sekeras-kerasnya. Ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya.

Aku hanya bisa berjalan lunglai menuju rumah. Hatiku penuh dengan rasa sakit sesakit-sakitnya. Kini musnah sudah semua angan-angaku untuk bisa menjadi pendampingnya seumur hidup. Tinggallah diriku seorang diri dengan serpihan hati yang sudah hancur lebur karenanya.

Hari-hari ku lalui dengan hampa. Tak ada lagi senyum dan tawa. Tak nampak lagi rona gembira. Yang tersisa hanya tubuh tanpa hati yang utuh. Hanya tinggal kesedihan yang setia menemani diri ini.

Setelah beberapa lama, aku mulai mengetahui sebab mengapa dia memilih untuk memutuskan cintaku. Ketika liburan kemarin ternyata dia dilamar oleh seorang pemuda. Orang tuanya menerima lamaran itu dan memaksanya untuk mau menerimnya juga.

Pupus sudah cintaku, musnah sudah harapanku. Tinggallah diriku yang tak lagi punya semangat seperti beberapa waktu yang lalu. Kulalui waktu dengan penuh rasa terpaksa. Kuikuti pelajaran sekolah tanpa semangat.

Hingga akhirnya, tibalah akhir catur wulan tiga di kelas tiga ini. Alhamdulillah aku masih bisa menyelesaikan sekolahku dengan baik. Aku mendapatkan nilai ujian tertinggi di sekolahku saat itu. Di balik kesedihan yan mendalam aku masih bisa tersenyum sedikit saat melihat orang tuaku bangga telah melahirkanku.

****

Selepas dari SMP, aku didaftarakn di dua SMA yang termasuk favorit di kota Bandung. Alhamdulillah aku diterima di pilihan pertama. Aku jalani kegiatan sekolahku dengan penuh rasa hampa. Hambar rasanya hari-hariku kali ini.

Aku kehilangan semangat hidupku. Aku merasakan bagian dari hidupku telah lenyap saat aku kehilangan cintaku waktu SMP. Tapi tetap aku jalani hidup meski berat.

Tujuan hidupku mulai buyar. Semangat hidupku telah lenyap. Sekolahku pun mulai tak teratur. Kadang masuk kadang bolos. Kadang rajin kadang malas.

Nilai rapor tak lagi membanggakan. Angka merah mulai muncul menghiasi nya. Habis-habisan aku dimarahi orang tuaku. Tapi apa yang harus aku lakukan. Akupun tak tau lagi tujuan hidupku. Hatiku sudah buta akan masa depan.

Semakin sering aku tak masuk sekolah. Semakin lupa aku akan tujuanku. Jiwaku telah mati. Yang tersisa hanya sesosok tubuh yang kurus kering, yang seakan tak lagi memiliki jiwa.

Hingga akhirnya aku dinyatakan tak lulus ujian kenaikan kelas. Aku tak naik kelas, dan aku dikeluarkan dari sekolah.

Maafkan anakmu ini, Ayah. Mafkan puteramu ini, Ibu. Aku telah mencoreng nama baik kalian. Aku telah menanamkan kekecewaan di hati kalian. Meski sesungguhnya aku mencintai kalian, aku menyayangi kalian. Tapi aku tak mampu menahan hancurnya hatiku. Aku kalah oleh cinta yang hilang.

Aku menyesal. Sangat menyesal. Maafkan anakmu ini……..

*****

Bdg, 020409
“Bz”

Tidak ada komentar: