Beningnya Embun Pagi, Hidup Ini Baru Dimulai, Kita Songsong Dengan Penuh Senyum Dan Harapan

Selasa, 14 April 2009

“PELANGI CINTA DI MEDAN ASMARA”

Angin berhembus sepoi, terasa begitu sejuk menerpa tubuh. Nyanyian burung-burung kecil terdengar merdu bersautan dengan gemerisik daun-daun yang menari elok tertiup angin. Indah nian ciptaan Sang Maha Pencipta.

Hatiku yang sedang berbunga-bunga semenjak jatuh hati pada seorang dokter muda. Bak gayung bersambut, diapun merasakan hal yang sama seperti yang sedang aku rasakan. Kamipun resmi menjalin sebuah hubungan asmara yang terasa sangat membahagiakan.

Dari dalam kamar terdengar ponselku berbunyi. Segera aku beranjak untuk menengok ponsel yang barusan berbunyi. Terlihat ada sebuah pesan baru yang masuk. Segera ku buka. Dan ternyata itu dari Listy, sang pujaan hati.

“Yank, kapan mau datang menemuiku?” itulah isi pesan tersebut.

Ya, memang itu yang sedang berada dalam fikiranku selama ini. Ingin segera rasanya aku datang menemuinya di kota Medan, tempat dia menyelesaikan masa co-asistensinya. Namun karena banyak hal, membuat rencana itu terus diundur. Mulai dari kerjaan yang sedang sibuk sampai yang terakhir aku mendapat musibah, ibuku masuk rumah sakit. Sehingga pekerjaanku terganggu dan dengan terpaksa aku harus mengundurkan diri dari tempat aku bekerja.

Kemudian tak lama setelah musibah itu, datang lagi sebuah musibah, ayahku masuk rumah sakit. Bahkan ayahku dirawat cukup lama dan sampai harus di rawat di dua rumah sakit. Begitulah hidup, kadang Alloh memberi ujian dengan anugerah-Nya, namun kadang memberikan ujian dengan musibah. Kesemuanya itu tak lain adalah untuk meningkatkan keimanan hamba-Nya.

Setelah berpikir beberapa saat, akupun membalas pesan tersebut. “Insyaalloh bulan ini saya jadi datang menemuimu” begitu kubalas pesan itu.

Akupun mulai mempersiapkan diri untuk pergi menemuinya yang jauh di seberang lautan sana. Maklumlah, ini pertama kalinya aku akan pergi ke kota Medan yang berada di lain pulau denganku.

*

Rabu pagi, aku berangkat dari Garut menuju Bandung untuk membeli tiket bis jurusan kota Medan. ALS nama bisnya, kependekan dari Antar Lintas Sumatera. Sesampainya di Bandung, aku menelepon dulu loket tempat pembelian tiket bis tersebut. Aku tanyakan kapan ada jadwal pemberangkatan ke kota Medan dan berapa lama perjalanannya. Ternyata hari itu ada jadwal pemberangkatan pukul dua belas siang, dan perjalanannya selama tiga hari.

Mendengar itu aku bergegas berangkat menuju loket biar tak terlambat dan tak tertinggal bisnya. Tadinya aku berencana berangkat esok harinya, tapi setelah tahu perjalannanya sampai tiga hari, aku fikir biar aku sampai di Medan tepat hari Sabtu dan bisa menghabiskan malam Minggu dengan sang pujaan hati, maka aku putuskan saja berangkat pada hari itu juga. Meskipun jadi tanpa persiapan, akupun berangkat menggunakan bis yang berangkat hari itu.

Aku duduk di sebuah kursi, sengaja aku mengambil tempat duduk yang terletak di pinggir, biar dekat ke jendela. Maksudku biar aku bisa menikmati pemandangan yang terlewati sepanjang perjalanan. Ya, biar sekalian rekreasi. Sambil menyelam minum air, itu mungkin peribahasanya yang cocok.

Bis berangkat agak telat, sekitar tiga perempat jam dari seharusnya. Aku maklumin aja, namanya juga di Indonesia, keterlambatan masih dianggap biasa. Tapi akhirnya bis pun berangkat. Meski saat aku tengok sekelilingku, ternyata bis tak terisi penuh. Mungkin hanya setengah dari kapasitas maksimalnya.

Bis melaju perlahan, melewati beberapa lampu merah. Tak lama kemudian masuk ke dalam tol dan melaju kencang tanpa hambatan.

Sekitar pukul setengah enam sore, bis tiba di pelabuhan Merak. Di sana bis berhenti di sebuah rumah makan untuk beristirahat. Aku pun turun untuk sholat.

Sehabis sholat, aku pergi untuk makan. Aku pikir, karena uangku terbatas, aku tak usah makan di rumah makan yang besar karena biasanya harganya mahal. Lalu aku putuskan untuk makan di sebuah warung kecil yang berada di samping rumah makan itu. Sehabis makan, seperti biasa aku bayar. Busyet, ternyata makan cuma dengan sepotong ayam goreng dan minum segelas air bening saja harganya sampai tujuh belas ribu rupiah. Wah mahalnya makan di perjalanan.

Sekitar satu jam berhenti, bis pun kembali berangkat melanjutkan perjalanan. Bis masuk ke sebuah kapal feri untuk menyeberangi Selat Sunda menuju daratan Pulau Sumatera. Selama dua jam aku duduk di atas feri itu, akhirnya sampai di seberang, di pelabuhan Bakauheuni, Lampung.

Malam itu, bis melaju menyusuri perjalanan di Propinsi Lampung. Di sela-sela kegelapan malam, sesekali aku bisa melihat di sepanjang perjalanan banyak terlewati kawasan perkebunan kelapa sawit. Inilah Sumatera, yang kata orang banyak sekali ditumbuhi oleh pohon kelapa sawit, ternyata benar terbukti.

Ketika mata mulai terasa berat, tak terasa akupun mulai tertidur lelap. Entah bermimpi apa malam itu, yang pasti tidurku lelap sekali.

Sebelum subuh, bis pun berhenti kembali di sebuah rumah makan. Entah apa nama daerahnya, yang jelas aku lihat masih di proponsi Lampung. Seperti biasa aku turun untuk mengisi perut. Di sana aku sengaja makan di rumah makan. Fikirku biar tahu berapa harganya makan sepiring di rumah makan. Ternyata di luar dugaan, makan sepiring di warung kecil dan di rumah makan yang besar dan nyaman harganya sama. Kalau tahu begini, buat apa kemarin sore aku makan di warung kecil yang sempit dan jorok kalau ternyata makan di rumah makan besar dan bersih serta nyamanpun harganya sama.

Setelah terdengar adzan berkumandang, akupun bergegas ke mushalla yang ada di rumah makan tersebut untuk menunaikan sholat shubuh.

Bis kembali melaju melanjutkan perjalanan panjangnya. Hari mulai terang, terlihat sudah mulai banyak yang beraktifitas. Ada yang berangkat ke kantor, ke perkebunan sampai yang berangkat untuk berjualan.

Aku menikmati perjalananku ini. Banyak tempat yang terlewati, itu membuatku jadi lebih tahu banyak tentang tanah Sumatera. Kala siang terlihat jelas banyak berjejer perkebunan kelapa sawit yang sesekali diselingi satu atau beberapa rumah kecil berdinding papan. Ya begitulah biasanya rumah para transmigran yang belum terlalu lama tinggal di sana.

Seperti sebelumnya setiap beberapa jam, bis berhenti di rumah makan. Dan seperti biasa, setiap bis berhenti akupun turun untuk mengisi perut dan sekalian menunaikan sholat.

Semakin lama kami semakin akrab dalam bis. Mulai sering terdengar obrolan dan gurauan-gurauan di antara para penumpang bis. Kadang ada yang saling ledek, kadang ada yang saling puji. Begitulah suasana dalam bis yang kian terasa hangat dan makin akrab.

**

Waktu terasa cepat berlalu, tibalah hari sabtu pagi. Bis berhenti di sebuah rumah makan di daerah Sidempuan sekitar jam lima shubuh. Aku bergegas menunaikan sholat shubuh. Pagi itu aku tak ikut makan karena berencana shaum. Hari itu bertepatan dengan tanggal delapan dzulhijjah.

Bis kembali melaju, kali ini bis sudah masuk ke propinsi Sumatera Utara, ya propinsi dimana kota Medan berada. Artinya tak akan lama lagi aku akan tiba di kota Medan. Wah senang rasanya akan segera berjumpa dengan sang pujaan hati yang setelah sekian lama dinanti.

Di sepanjang perjalanan mulai terlihat kekhasan sumatera utara. Terlihat banyak rumah-rumah adat suku batak. Kadang-kadang di sampingnya terlihat satu sampai beberapa makam khas suku batak. Beberapa kota terlewati, kadang-kadang terlewati pula pesawahan dan bukit-bukit yang menghijau indah.

Setelah agak lama, bis masuk ke sebuah terminal. “Terminal Prapat”, kubaca sebuah tulisan di sana. Ya, benar sekali, kali ini, bis berhenti sejenak di terminal Prapat. Letaknya berada dekat dengan sebuah danau yang sangat besar dan terkenal di sana, Danau Toba.

Kemudian bis berangkat kembali, menyusuri tepi Danau Toba, kemudian melewati jalan yang membentang di atas tebing yang sangat tinggi. Dari sana, terlihat jelas luasnya Danau Toba yang menghampar di bawah sana, sungguh luas dan indah pemandangan di sana.

Sekira pukul satu siang, akhirnya, bispun sampai di poolnya, yang terletak di jalan Sisinga Mangaraja, kota Medan. Akupun bergegas turun dari bis.

Kutengok ponselku sudah tak lagi menyala, baterainya sudah habis. Kulihat sekeliling, kota ini benar-benar asing bagiku. Terang saja, karena ini pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di kota Medan. Aku agak bingung, kemana aku harus pergi.

Lalu aku lihat sebuah wartel. Biar kutelepon saja dulu Listy. Setelah dia angkat telepon dariku, ternyata dia bilang dia masih di rumah sakit, belum pulang.

Aku pergi ke sebuah mesjid yang ada di pool tersebut, aku pikir sambil berpikir mau kemana, aku sholat Dzuhur dulu. Akupun segera ambil air wudlu dan melaksanakan sholat Dzuhur.

Selepas sholat, aku putuskan untuk mencari dulu tempat buat menginap. Ku telusuri jalan Sisinga Mangaraja, tak satupun ku temukan penginapan atau hotel di sana. Kemudian aku bertanya kepada seorang abang pengemudi becak motor yang sedang mangkal di pinggir jalan. Dia bilang susuri aja jalan ini, setelah perempatan, ada sebuah penginapan. Aku susuri jalan tersebut sampai perempatan, tak nampak satupun ada penginapan di sana.

Lalu aku bertanya lagi pada seorang pedagang yang ada di sekitar perempatan itu. Disuruhnya aku ikuti jalan yang mengarah ke timur. Aku susuri jalan itu, ternyata hasilnya sama saja nihil, tak ku temukan sebuah penginapan pun disana.

Memang agak susah karena aku memang belum pernah ke sana sekalipun sebelumnya. Tapi aku tak berhenti sampai di situ. Aku bertanya lagi pada seorang abang pengemudi becak kayuh. Dikasih tahunya aku bahwa ada sebuah hotel di dekat terminal Amplas. “Terminal Amplas?” tanyaku. Dimana lagi itu. Mendengarnya pun baru kali itu.

Akhirnya aku memintanya untuk mengantarkanku ke hotel yang dia maksud. Dan ternyata benar, di seberang sebuah terminal ada tertulis di papan nama “Hotel Amplas”. Alhamdulillah, akhirnya dapat juga tempat untuk menginap.

***
Sore hari sekira setelah ashar, Listy menelponku. Katanya dia sudah berada di pool bis yang aku tumpangi. Aku suruh dia untuk naik angkot menuju terminal Amplas karena penginapanku masih agak jauh dari pool bis tersebut.

Tak lama kemudian, dia meneleponku lagi. Dia bilang dia sudah tiba di terminal Amplas. Aku bergegas pergi ke depan untuk menjemputnya. Dan ternyata benar, terlihat diantara hilir mudiknya orang-orang, ada seorang wanita berjilbab yang sedang berdiri menenteng sebuah tas sambil memegang ponsel karena dia masih berbicara denganku lewat ponsel.

Betapa senangnya hatiku kala itu. Akhirnya aku bisa juga bertemu dengan sang pujaan hati. Kemudian aku hampiri dia, sambil tersenyum, aku ambil dan aku bawakan tasnya.

Tak bisa kulukiskan betapa bahagianya jiwaku saat itu. Tak dapat kutuliskan seberapa senangnya hatiku kala itu. Aku bisa berjumpa, berbincang dan menatap wajahnya yang cantik dengan sunggingan senyum yang senantiasa ditebarnya untukku.

Kami ingin sekali melaksanakan sholat berjamaah berdua. Dan sore itu, cita-cita kami tercapai, kami bisa melaksanakan sholat ashar berjamaah berdua. Sungguh indah saat itu, terasa sangat bahagia bisa sholat berjamaah dengannya.

Keesokan harinya, aku diajaknya sedikit berjalan-jalan di kota Medan. Meski tak sampai berkeliling mengitari kota Medan, tapi aku bahagia bisa berjalan-jalan dengannya. Kebahagiaan pun terasa saat kami makan bersama. Kadang-kadang dengan mesra, kami saling menyuapi. Indah rasanya saat itu kurasakan.

Selasa siang, sepulang dia dari rumah sakit, dia memintaku untuk datang ke rumah kostnya untuk menemuinya sekalian memperkenalkanku pada teman-temannya. Tapi siang itu terasa sangat panas, jauh berbeda dengan kota Garut yang sejuk dan berangin yang mendinginkan panasnya mentari. Ditambah dengan tubuh dan mataku yang masih lelah setelah menempuh perjalanan tiga hari tiga malam, akupun memutuskan untuk datang setelah sholat maghrib saja.

Aku tepati janjiku, selepas sholat maghrib aku datangi dia. Ternyata dia memintaku menemuinya di rumah kost temannya, Ida namanya. Tiba di sana disambut olehnya dengan senyuman di bibirnya. Lalu dipersilahkannya aku masuk ke rumah kost temannya. Aku duduk dikursi teras. Dikenalkannya aku dengan teman-temannya di sana. Kami pun berbincang-bincang dan bercerita-cerita sedikit tentang perjalananku.

Cukup kami berbincang di sana, diajaknya aku untuk menemui temannya yang lain. Lalu kami berdua beranjak. Sebelum menemui temannya yang satu lagi, kami putuskan untuk makan malam dulu di sebuah warung makan yang tak jauh dari sana. Setelahnya, kami pun berjalan kembali menuju rumah kost temannya yang berdampingan dengan rumah kostnya.

Tak berapa lama, kami tiba di rumah kost yang kami tuju. Keluarlah seorang wanita, Fitria namanya. Kami duduk dan berbincang di kursi terasnya. Seperti yang tadi, aku pun memperkenalkan diri dan berbincang-bincang.

Tak lama kami di situ, mumpung masih ada waktu, kami putuskan untuk berjalan-jalan. Karena sudah lumayan malam, kami tak bisa berjalan-jalan lama. Cuma sebentar kami berjalan-jalan, tapi cukup untuk menghabiskan waktu bersama dengan kebahagiaan.

Sepulang berjalan-jalan, aku antarkan dia sampai di depan rumah kostnya. Tampak terlihat rona kebahagiaan dari mukanya. Begitu pula yang aku rasakan malam itu. Aku berpamitan untuk pulang dan dia pun masuk ke dalam rumah tempat dia kost.

Beberapa hari di kota medan terasa sangat bahagia karena bisa bertemu, berjalan-jalan dan menghabiskan waktu dengan wanita pujaan hati. Sungguh kenangan yang tak akan terlupakan dalam hidup ini. Bisa bersama-sama denga wanita yang sangat disayangi adalah sebuah kebahagiaan yang sangat besar. Alhamdulillah, kupanjatkan syukur kepada Sang Maha Penyayang.

****

Hari Rabu sore, saat itu adalah saat yang paling aku segani. Karena saat itu adalah saatnya aku berpisah lagi dengannya. Meski tak mau, tapi itu harus terjadi. Aku harus kembali melakukan aktifitas-aktifitasku di kota asalku. Dia pun harus tetap di kota Medan untuk menyelesaikan masa co-ass nya.

Sore sepulang dari rumah sakit, dia segera menemuiku di Amplas, hotel tempatku menginap. Di sana, kami sempat melaksanakan lagi sholat ashar berjamaah berdua.

Sehabis sholat, kami beranjak menuju Bandara Polonia. Dia ikut untuk mengantarku sampai ke bandara.

Setibanya di bandara, aku langsung check-in tiket. Aku ambil pemberangkatan jam tujuh malam itu.

Sembari menunggu pesawat berangkat, kami duduk sambil bercengkrama yang terakhir kali untuk pertemuan itu. Kami sempat berfot-foto, berbincang-bincang diselingi gurauan-guraun kecil seperti biasa. Terasa selalu indah apabila ada dia di sampingku. Tak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan yang lainnya.

Terasa berat sekali harus berpisah dengannya. Amat berat. Tapi waktu tak bisa aku hentikan, dia terus berjalan. Hingga tiba saatnya pesawat yang akan aku tumpangi take off. Aku berpamitan padanya. Terlihat di matanya, sebuah kesedihan yang dalam. Hal itupun yang sama aku rasakan dalam hati. Sangat sedih rasanya harus berpisah jauh dari wanita yang aku sayangi.

Akhirnya, diiringi tatapannya yang kian sayu, aku melangkah ke dalam menuju tempat keberangkatan pesawat.

Selamat tinggal sayang, sampai kita berjumpa nanti di lain hari. Jagalah selalu kesetiaanmu untukku. Jangan pernah sedikitpun kau khianati cinta kita, demi kita, demi janji yang pernah kita ikrarkan berdua. Aku sayang padamu.

*****

Bdg, 010409
“Bz”

Tidak ada komentar: